telusur.co.id -SURABAYA - Innofashion Show 7 dengan tema "Illumine", menyoroti kekayaan kain tradisional Indonesia yang diinterpretasikan secara segar oleh desainer muda dari Textile and Fashion Design Petra Christian University (PCU).
Kekayaan warisan budaya Indonesia tak ada habisnya. Salah satu yang terus bersinar adalah kain-kain daerah, di mana setiap helainya menjadi sebuah kanvas yang bercerita tentang filosofi, sejarah, dan keahlian secara turun-temurun. Keragaman motif, warna, dan teknik tenun atau batik selalu mampu menginspirasi, menciptakan jembatan antara tradisi dan modernitas.
Inilah salah satu esensi unik yang ditampilkan dalam perhelatan Innofashion Show tahun 2025, panggung gemilang bagi para desainer muda berbakat. Di bawah tema "Illumine", Innofashion Show ke-7 tak hanya menyoroti kreativitas mahasiswa dalam menginterpretasikan kain tradisional secara segar, tapi juga menampilkan hasil eksplorasi material menjadi berbagai koleksi fashion yang menarik dari para mahasiswa Textile and Fashion Design, atau DFT Petra Christian University (PCU).
Mulai dari pemanfaatan deadstock menjadi gaun pesta yang elegan, perpaduan aksesori logam dengan desain unik, hingga perancangan satu busana dengan beberapa opsi gaya.
“Kami berkomitmen lewat Innofashion ini, mahasiswa diberi kebebasan untuk mengeksplorasi keunikan diri dan ketertarikannya di berbagai aspek fashion, dan memupuk pola pikir yang terus bertumbuh (growth mindset).
Harapannya dengan begitu, mereka bisa membangun personal branding yang berintegritas. Sehingga kelak, para mahasiswa mampu memiliki brand yang khas,” ungkap Dibya Adipranata Hody, S.E., M.M., selaku Dosen Pembimbing dalam Innofashion Show 7.
Di samping itu, Innofashion Show 7 juga menyajikan serangkaian acara yang menarik. Jecelyn Gozal selaku Ketua Panitia mengungkap, ada beberapa kegiatan, seperti Exhibition, Workshop, Competition, Talkshow, dan Fashion Show.
Exhibition diadakan selama lima hari, mulai 16 hingga 20 Juli 2025, di Rotunda lantai 3, Ciputra World Surabaya. Beberapa karya yang dipamerkan adalah hasil project kelas dari mahasiswa DFT PCU yang sudah menerapkan teknologi Artificial Intelligence (AI).
* Prisca Miracle Cokro
Koleksi busana karya Prisca Miracle Cokro ini diberi nama "Blossom of Heritage". Hadir dengan gaya modern yang mengangkat keindahan tenun klasik Bugis, menampilkan motif "pucuk" yang khas, dirancang khusus untuk Gen Z.
“Setiap potong busana tidak hanya merayakan identitas budaya, tapi juga semangat muda, dengan desain yang sengaja dibuat untuk menghubungkan masa lalu dengan masa kini,” ungkap Prisca.
Memadukan material jacquard (kain dengan motif yang ditenun) dan denim, koleksi ini menciptakan harmoni visual yang menyeimbangkan keanggunan dengan sentuhan kasual. Mulai dari ujung kain bergelombang (scalloped hems) yang menyerupai kelopak bunga mekar hingga detail bordir bunga, setiap desain mengubah warisan budaya menjadi karya seni yang nyaman dikenakan sehari-hari.
* Isabella Dea Rengelia
“Endless” merupakan koleksi dari Isabella Dea Rengelia yang dikhususkan untuk perempuan petite (istilah dalam dunia fashion untuk menggambarkan perempuan dengan tinggi badan di bawah 160 cm).
“Setiap looknya dirancang supaya perempuan petite menjadi percaya diri dengan proporsi dan tinggi badannya. Endless juga ingin memperkenalkan warisan budaya Indonesia dengan desain yang modern dan elegan,” urai gadis yang akrab disapa Dea itu.
Menggunakan kain batik bledak remekan dari Solo, koleksi busana “Endless” memiliki desain yang unik. Warisan budaya Indonesia yang tak lekang oleh waktu itu dihidupkan melalui siluet yang feminin, elegan, dan mewah.
Menjadi jembatan antara warisan budaya (masa lalu) dengan desain modern yang mencerminkan keanggunan (masa kini).
* Vina Marcellina
Untuk mengatasi berkurangnya minat pada kain lurik akibat globalisasi dan tren mode yang terus berubah, Vina Marcellina mendesain ulang kain tradisional itu dan menghadirkan koleksi "Luriqe: Heritage in Line". Caranya dengan menciptakan serangkaian blazer semi-formal bagi perempuan.
“Koleksi ini dikembangkan menggunakan proses Desain Double Diamond. Desainnya memadukan motif lurik kontemporer dengan teknik patchwork dan detail 3D. Hasilnya adalah siluet yang berani, namun tetap elegan,” jelas Vina.
Koleksi mewah yang siap pakai tersebut membawa warisan budaya ke dalam gaya yang modern dan eksklusif, sangat sesuai dengan dunia mode saat ini.
* Naomee Annetta Sidharta
Penumpukan deadstock menjadi salah satu masalah utama dalam industri fashion, menimbulkan kerugian finansial dan dampak lingkungan yang signifikan. Banyak pakaian berkualitas terpaksa dijual murah demi mengosongkan stok.
Merespon isu tersebut, Naomee Annetta Sidharta menciptakan koleksi busana bertajuk “Metánoia: Shedding, Evolving, Becoming”. Terinspirasi dari metamorfosis kupu-kupu sebagai simbol perubahan dan kebangkitan.
Berawal dari tumpukan busana deadstock di tempat magangnya, Naomee mendesain ulang deadstock itu dengan pendekatan upcycling.
Metánoia karya Naomee pun memberi nafas baru pada pakaian deadstock, mengubahnya jadi karya dengan nilai dan makna baru.
* Jessica Dorothy Limanta
Koleksi ini terinspirasi dari kesatuan siklus proses hidup manusia, serta potensi di balik tangan dingin pengrajin logam lokal.
Jessica Dorothy Limanta menghadirkan karya rancangannya dengan siluet avant-garde (desain yang tak biasa dan inovatif). Ia memadukan perhiasan buatan tangan pengrajin UMKM “Nio El” asal Sidoarjo, dengan busana menyerupai patung karya Jessica.
Mahasiswa DFT PCU ini mengaku dari awal memang memiliki minat untuk membuat design yang mengintegrasikan aksesori dengan baju. Setelah melalui riset panjang, Jessica akhirnya menemukan UMKM “Nio El” dan memutuskan untuk menggandengnya dalam perancangan karya unik tersebut.
“Koleksi ini mencerminkan siklus kehidupan, dari awal yang rapuh hingga kekuatan yang kokoh, keindahan setiap momen yang singkat, dan keanggunan yang tenang setelah kehidupan. Selamanya terjalin erat dengan pelukan alam,” pungkas Jessica.
* Valen Hayley Handoko
Pada era saat ini, budaya lokal semakin jarang dipakai bahkan dikenal, oleh generasi muda maupun masyarakat internasional. Hal ini menyebabkan warisan budaya seperti kain tenun kurang dimanfaatkan dalam kehidupan modern.
Bermula dari pengalaman magang di Voravaj, sebuah brand fashion di Thailand, Valen Hayley Handoko menghadirkan koleksi avant garde dengan memanfaatkan penggunaan kain tenun endek Bali.
“Koleksi ini memiliki lima tampilan yang memadukan kesan modern dan elegan, tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya yang ada,” ungkap Valen. Ia berharap, penggunaan kain tenun lokal dalam koleksi ini bisa semakin membawa keindahan budaya Indonesia ke ranah internasional.
* Erica Christian
Isu overconsumption telah menjadi permasalahan yang merajalela dan membawa banyak dampak buruk. Oleh karena itu, Erica Christian merancang koleksi “Silhouette & Sonata” untuk mengatasi persoalan overconsumption, khususnya di kalangan Gen Z.
“Mengapa Gen Z? Karena mereka yang berisiko tinggi dalam overconsumption, karena pengaruh tren di media sosial,” imbuh Erica.
Perancangan dibuat dengan metode design thinking, guna mengetahui bagaimana kebutuhan busana Gen Z dalam menghadapi isu ini. Data riset yang diperoleh Erica menunjukkan bahwa konsep modular mampu memenuhi kebutuhan Gen Z, dengan memberi banyak opsi gaya yang berbeda dalam satu busana. Selain itu, konsep modular juga merupakan sebuah inovasi unik yang mampu membuka peluang baru di industri fashion Indonesia.
Selain enam karya di atas, total ada 25 karya dengan masing-masing memiliki tiga hingga lima look yang akan ditampilkan pada panggung fashion show. Tanggal 17 Juli 2025 mulai pukul 18.00 WIB di Atrium Sky Light Garden lantai 3, Ciputra World Surabaya. Jangan sampai ketinggalan, jadilah saksi dari beragam karya para mahasiswa DFT PCU di Innofashion Show 7. (ari)