telusur.co.id - Simpul Aktvis Angkatan 98 (SIAGA 98) optimis permohonan Judicial Review (JR) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron terkait Pasal 29 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK akan dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Alasannya, terdapat kontradiksi antara Pasal 34 UU KPK dimana disebutkan pimpinan KPK dapat dipilih kembali. Namun, Pasal 29 membatasi usia minimal 50 tahun. 

"Pertentangan ini faktual terjadi setidaknya dalam peristiwa yang akan dialami sdr. Nurul Ghufron," kata Koordinator SIAGA 98 Hasanuddin dalam keterangannya, Jumat (18/11/22).

Pasal 28D UUD 1945 menjelaskan bahwa UU yang ada harus menjamin sistem hukum Indonesia yang berkepastian hukum. Karenanya dalam pengertian spesifik pasal-pasal yang saling bertentangan akan merusak bangunan UU dan tentu tidak dikehendaki oleh UUD 1945. 

Terkait batas usia minimal dan maksimal dikualifikasi sebagai bagian dari open legal policy, menurut Hasanuddin, tentu hal itu harus tunduk pada syarat-syarat tujuan yang hendak dicapai pembuat UU dengan tidak boleh mengabaikan hak warga negara yang dijamin UUD 1945.

Sebab, batas usia semata bukanlah dalam kualifikasi open legal policy. Bagian dari imperatif kategoris sebagaimana dimaksud UUD 1945 bahwa tiap-tiap warga negara dijamin haknya untuk aktif dan terlibat dipemerintahan. 

Batas usia yang masuk dalam kualifikasi open legal policy adalah yang sifat dan bentuknya imperatif hipotesis. Karena penentuan kebijakan partisipasi warga negaranya terikat persyaratan berdasarkan tujuan dan maksud tertentu (dalam hal ini KPK), yang memerlukan kualifikasi dan keahlian tertentu yang dipersyaratkan. 

Substansinya, tegas Hasanuddin, open legal policy yang menjadi dalil batas usia sebagaimana wacana yang berkembang, tidak serta merta menjadi hak kebebasan pembuat UU. Dan, MK diharapkan mempertimbangkan hal ini demi kepastian hukum dan kewenangan yang diberikan padanya.

"Kami, SIAGA 98 memuji langkah Nurul Ghufron dengan mengajukan permohonan ke MK untuk kepastian hukum. Tidak hanya soal kepentingan pribadi yang bersangkutan, melainkan soal isue hukum dan wacana kepastian dan keadilan bagi semua pihak atau publik. Khususnya, terkait dalil open legal policy agar tidak liar dan kebablasan," tukasnya.[Fhr