telusur.co.id - Ketua Media Center Persaudaraan Alumni (PA) 212, Novel Bamukmin mengatakan, Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) wajib dibatalkan. Karenanya, dia mendesak agar DPR menghentikan pembahasan RUU tersebut.
"Soal RUU HIP wajib untuk dibatalkan. Karena kalau ditunda bisa dengan tiba-tiba disahkan untuk diumumkan tengah malam lagi. RUU HIP sudah harga mati untuk dibatalkan," kata Novel kepada wartawan, Jumat (19/6/20).
Yang menjadi alasan RUU HIP harus dibatalkan, menurut dia, lantaran RUU tersebut merupakan produk dari neo-PKI untuk melakukan 'pembantaian' terhadap Pancasila karena dasar negara itu ingin diperas menjadi Trisila dan Ekasila.
"Karena itu produk neo PKI dan pembantaian terhadap Pancasila yang ingin diperas menjadi Trisila, bahkan Ekasila. Jelas mengkhianati negara dan pendiri bangsa yang mana adalah sebagian perumusan Pancasila adalah para ulama yang sila-silanya memang di ambil dari Alquran dan jumlahnya pun ganjil," ujarnya.
"Makanya neo-PKI sudah alergi dengan pesan Pancasila perumusan para ulama yang terkandung dari nilai Alquran. Dan neo-PKI selalu mencoba merubah dasar negara ini menjadi pilar negara sebagai awal pelemahan," sambung dia.
Selain itu, Novel juga menyinggung soal tidak dimasukkannya Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 mengenai pembubaran PKI dalam RUU itu. Ia menilai, rakyat Indonesia telah kecolongan dengan manuver parpol di DPR yang menginisiasi RUU HIP.
"Rakyat Indonesia sebagian kecolongan makanya diteruskan secara bertahap dengan dibentuknya RUU HIP yang diinisiasi oleh PDIP yang salah satunya juga membuang Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 juga meringkas Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila," ujar Novel.
Seperti diketahui, RUU HIP menyulut kontroversi sejak draftnya muncul ke publik. Banyak kalangan, baik itu dari organisasi masyarakat hingga organisasi keagamaan menyatakan menolak RUU HIP.
Ada sejumlah poin dari alasan penolakan itu, diantaranya soal Pasal 6 ayat (1) RUU tersebut yang menyebut tiga ciri pokok Pancasila adalah Trisila, yaitu ketuhanan, nasionalisme, dan gotong-royong. Lalu, pada ayat (2), Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
Kemudian soal tidak tercantumnya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme. [Tp]