telusur.co.id - Pakar kebijakan dan tata kelola pemerintahan kolaboratif Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Muchamad Zaenuri menilai, reformasi kepolisian perlu melibatkan akademisi dan masyarakat sipil agar hasilnya lebih komprehensif.
"Tentu saja peran 'stakeholder' dari akademisi maupun masyarakat sipil harus saling menguatkan. Sebanyak apa pun reformasi dilakukan, jika rakyatnya tidak sadar, hasilnya akan sama saja," ujar Zaenuri dalam keterangannya, Kamis (18/9/2025).
Menurut Zaenuri, kesalahan berulang dalam penanganan unjuk rasa menunjukkan perlunya pembenahan serius di tubuh institusi itu.
"Insiden yang terjadi kemarin bisa menjadi pemicu, terutama dengan tragedi meninggalnya Afan sebagai puncaknya. Padahal kondisi sebenarnya sudah menunjukkan kerawanan dan risiko tinggi sebelumnya," ucapnya.
Zaenuri menegaskan, reformasi Polri harus dilakukan secara menyeluruh, mencakup regulasi, tata kelola, hingga perubahan paradigma.
"Pertama, pemerintah perlu membenahi regulasi sebagai dasar hukum. Kedua, memperbaiki struktur dan manajemen sumber daya manusia demi menciptakan tata kelola yang baik. Ketiga, mengubah mindset penegakan hukum menjadi 'polisi pelindung masyarakat'," kata dia.
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan persuasif dalam menangani aksi massa.
"Polisi seharusnya lebih canggih dalam menangani pergerakan massa. Teknik persuasif harus diutamakan. Aparat perlu tampil lebih dingin dan sabar menghadapi demonstran," katanya.
UMY, kata dia, siap berkontribusi melalui kajian akademis, forum diskusi, maupun kolaborasi nyata dengan berbagai pihak.
"Bahkan lebih konkret lagi, bisa melalui penyadaran masyarakat hingga memberi masukan regulasi terkait cara penegakan hukum yang efektif," ujar dia.[Nug]