telusur.co.id - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, mengaku memperoleh informasi, sebelum dilakukan kontrak sewa satelit, diduga adanya agenda kunjungan tiga pejabat Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan pihak swasta ke Inggris. Mereka diduga dibiayai para calon vendor selama berkunjung ke Inggris.
"Atas kunjungan ini diduga biaya sepenuhnya dibayar oleh pihak swasta yaitu tiket pesawat, sewa kamar hotel, uang saku dan akomodasi lainnya," kata Boyamin Saiman dalam keterangannya, Selasa (15/2/22).
Atas dasar informasi tersebut, MAKI mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera membuka penyidikan baru terkait penerimaan gratifikasi dalam perkara proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kemhan periode 2015 sampai 2021.
Dia menerangkan, apabila sudah ditemukan dua alat bukti dan memenuhi unsur gratifikasi, Kejagung bisa segera menetapkan tersangka.
Selain itu, Boyamin juga mendorong Kejagung mempercepat penanganan perkara tersebut. Tujuannya untuk membantu pihak Kemhan agar dapat memenangkan gugatan perlawanan atas putusan Badan Arbitrase Singapura (ICC) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang sekarang sudah dimulai awal persidangannya.
"Apabila Kejagung lamban, maka jangan disalahkan apabila nantinya Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengalahkan pihak Kemenhan dikarenakan alasan yang dapat dipakai untuk membatalkan putusan Badan Arbitrase Singapura (ICC) hanyalah apabila ditemukan kecurangan termasuk korupsi," imbuhnya.
Meski demikian, Boyamin menegaskan, desakannya itu tetap beracuan pada asas praduga tak bersalah. Jika memang tidak terbukti, bisa dilakukan tindakan penghentian penyidikan.
Diketahui sebelumnya, dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam pengadaan satelit tersebut bermula saat Kemhan menjalankan proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT. Proyek itu merupakan bagian dari Program Satkomhan (Satelit Komunikasi Pertahanan) di Kemhan, antara lain, seperti pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satellite Service) dan Ground Segment beserta pendukungnya.
Namun, menurut Jaksa Muda Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah, ada perbuatan melawan hukum dalam proses implementasi proyek tersebut.
"Ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik, bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015," kata Febrie dalam keterangannya, Jumat (14/1/2022) lalu.
Bahkan Febrie juga menemukan adanya ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang sebetulnya tidak perlu. Namun demikian, satelit tersebut tetap disewa, sehingga diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum.
Adapun satelit yang disewa ternyata tidak dapat berfungsi serta spesifikasinya tidak sesuai. Atas dasar itu, berdasarkan hasil diskusi dengan para auditor, kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
“Sudah ditemukan bahwa ada indikasi kerugian negara dalam sewa tersebut. Sudah kita keluarkan sejumlah uang yang nilainya Rp515 miliar," kata Febrie.[Fhr]