DPR Terpilih Tak Harus Mundur, NasDem Nilai Keputusan KPU Senada Pertimbangan Hukum MK - Telusur

DPR Terpilih Tak Harus Mundur, NasDem Nilai Keputusan KPU Senada Pertimbangan Hukum MK

Atang Irawan

telusur.co.id -

Ketua DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif Atang Irawan mengatakan Calon Anggota DPR/DPD/DPRD tak harus mundur jika mendaftar Calon Kepala Daerah atau Calon Wakil Kepala Daerah.
 
"Apa yang disampaikan oleh Ketua KPU sangatlah beralasan karena senada dengan apa yang menjadi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No 12/PUU-XXII/2024," ujar Atang Irawan dalam keterangan tertulisnya, Senin.

Menurut Atang, jika berkaca pada Pertimbangan Putusan MK No 12/PUU-XXII/2024 tidak ada kewajiban mundur karena  status calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang terpilih sesungguhnya belum melekat hak dan kewajiban konstitusional yang berpotensi dapat disalahgunakan oleh calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang bersangkutan, spalagi jika melihat selisih waktu antara pelantikan Anggota DPR/DPD/DPRD dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah sehingga belum relevan untuk memberlakukan syarat pengunduran diri. 

Namun menurut Atang, karena pelantikan anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD dilaksanakan sebelum pilkada, maka jika tepilih tentunya harus mengundurkan diri dari status kedudukan jabaatannya sebagai anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD.

Atang berpandangan ada dua hal yang substantif bagi KPU untuk mengatur terkait dengan persitiwa hukum tersebut diatas. Pertama, KPU harus mensyaratkan surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah bagi calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih, karena secara substantif tidak diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan memiliki jabatan rangkap.

Kedua, calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih tidak boleh mengundurkan diri sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, bahkan perlu juga diatur apabila mengundurkan diri maka dianggap jabatan organiknya yaitu anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dianggap diskualifikasi.

Meskipun dalam konteks penentuan jabatan yang dilakukan melalui official elected sangat bergantung pada kebebasan pemilih untuk menentukan pilihannya, tetapi perlu ada pembatasan agar tidak terjadi penyelundupan hukum yang berakibat pada disorientasi terhadap demokratiasasi, maka itulah pentignya saksi disualifikasi tersebut.

Atang sangat memaklumi kondisi irisan norma terkait dengan mundur atau tidaknya calon anggota DPR/DPD/DPRD dalam kontestasi piilkada dikarenakan perumus UU pada saat menormakan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU 10/2016 belum mempertimbangkan pelaksanaan pemilu legislatif dan pilkada yang dilaksanakan secara serentak pada tahun 2024.

Menurut Atang agar tidak terjadi irisan norma yang tidak berkesesuaian satu sama lain dalam UU Pilkada, sebaiknya KPU memberikan usulan kepada lembaga yang berwenang melatik Anggota DPR/DPD/DPRD, untuk memundurkan waktu pelantikannya setelah pelaksanaan senegeta PHPU di Mahkamah Konsttusi, karena terkait dengan pelantikan Anggota DPR/DPD/DPRD tidak diwajibkan harus dilaksanakan secara bersamaan.  

Atang memandang, irisan norma dalam UU Pilkada terkait dengan hanya mengatur kewajiban mundur bagi anggota legislatif aktif. Sedangkan penetapan sebagai pasangan calon kepala daerah sudah ditetapkan terlebih dahulu sebelum adanya pelantikan sebagai anggota legislatif, perlu menjadi pertimbangan dalam evalusai dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan terkait dengan Pemilihan Umum.

Menurut Atang meskipun tidak ada kewajiban mundur bagi Calon Anggota DPR/DPD/DPRD dalam pendaftaran sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, namun dapat saja partai yang mengusung calon kepala daerah atau wakil kepala daerah dapat memberlakukan kebijakan atau peraturan internal partainya agar mundur dari calon anggota DPR atau DPRD terpilih. [ham]
 


Tinggalkan Komentar