Bareskrim Bantah Kasus Panji Gumilang Bentuk Kriminalisasi dan Politisasi - Telusur

Bareskrim Bantah Kasus Panji Gumilang Bentuk Kriminalisasi dan Politisasi

Direktur Tipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro (Foto: Humas Polri)

telusur.co.id - Bareskrim Polri dengan tegas membantah kasus yang menyeret pimpinan pondok pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang sebagai bentuk kriminalisasi atau politisasi. Diketahui, Panji saat ini telah ditahan dalam kasus dugaan penistaan agama.

Direktur Tipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menegaskan, proses hukum yang dijalankan terhadap Panji Gumilang sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku.

“Kriminalisasi saya rasa jauh dari tuduhan yang disampaikan. Tapi memang betul kalau Bareskrim khususnya reserse itu mengkriminalkan orang, ada aturannya, selama itu mengikuti aturan berdasarkan aturan yang ada itu dikategorikan kriminalisasi,” kata Djuhandani di Mabes Polri, Jumat (4/8/23).

Djuhandani juga menyanggah tudingan politisasi atas kasus tersebut. Menurutnya, seluruh proses hukum yang dijalankan terhadap Panji Gumilang telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, tanpa ada intervensi politik.

“Tidak ada (politisasi), masyarakat bisa menilai apakah ini kriminalisasi atau bukan, kalau kuasa hukum sah-sah saja menyampaikan,” ucap Djuhandani.

Sebelumnya, pengacara Panji Gumilang, Hendra Effendy menyatakan bahwa kliennya merasa dikriminalisasi dan dipolitisasi atas penetapan tersangka.

Namun, Bareskrim Polri menegaskan bahwa proses hukum yang dijalankan terhadap Panji Gumilang telah mengikuti ketentuan hukum yang berlaku dan dilakukan secara profesional.

Bareskrim Polri resmi menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka kasus penodaan agama. Penetapan tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik pada Selasa (1/8/23).

Panji Gumilang kemudian ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskerim Polri dimulai pada Rabu (2/8/23) pukul 02.00 WIB. Penahanan dilakukan selama 20 hari hingga 21 Agustus 2023.

Panji Gumilang dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 45a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan/atau Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara. (Fhr)


Tinggalkan Komentar