Soal Divestasi PT Vale, DPR Ingatkan Menteri ESDM Jangan Bikin Keputusan Sepihak - Telusur

Soal Divestasi PT Vale, DPR Ingatkan Menteri ESDM Jangan Bikin Keputusan Sepihak

Menteri ESDM Arifin Tasrif

telusur.co.id - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto, mengingatkan Menteri ESDM, Arifin Tasrif untuk tidak melanggar kesepakatan dan kesimpulan rapat kerja dengan DPR terkait divestasi saham negara di PT. Vale Indonesia Tbk. 

Dengan kewenangan yang dimiliki, Menteri ESDM harusnya mampu menjalankan amanat UU agar pihak nasional menjadi pemegang saham mayoritas di PT VALE. 

"Sehingga negara berhak mengatur dan mengelola operasional dan keuangan perusahaan agar sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat," kata Mulyanto kepada wartawan, Senin (7/8/23).

Mulyanto minta Menteri ESDM mengikuti poin-poin kesepakatan dengan DPR dan tidak membuat keputusan sepihak. Sebab jika ini terjadi, maka akan merusak hubungan kerja Eksekuti-legislatif yang ada secara ketatanegaraan.  

"Ini kan berbahaya bagi hubungan kemitraan eksekutif-legislatif," ujar Mulyanto. 

Diketahui, Rapat Kerja DPR RI dengan Menteri ESDM, 13 Juni 2023 menyepakati divestasi Vale dilakukan agar saham nasional menjadi saham mayoritas lebih dari 51 persen. Dan MIND-ID diberikan hak untuk mengendalilan operasional dan konsolidasi finansial perusahaan, serta aset-aset Vale dicatat di dalam konsolidasi buku kekayaan negara Indonesia.

Vale sendiri sudah beroperasi selama 55 tahun maka sudah sepantasnya sesuai dengan amanat UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Minerba sahamnya mayoritas harus dikuasai nasional.

Menurut Mulyanto, kalau ini dilakukan, maka Indonesia akan mendapat banyak keuntungan yakni penerimaan negara yang semakin meningkat, dapat mengendalikan operasional Vale sesuai arah kebijakan nasional terkait hilirisasi nikel, keuntungan tenaga kerja dan multiflier effect dari bisnis nikel ini. Dan, keuntungan optimalisasi dari konsolidasi keuangan dan aset Vale tercatat di dalam negeri sebagai kekayaan negara.

Konkretnya, agar saham nasional dominan maka Vale harus melepas sahamnya minimal 21 persen. Larena posisi eksisting, saham mind-id 20 persen, saham publik nasional 10 persen.

"Sekarang ini baru muncul wacana saham yang akan dilepas sebesar 14 persen dan hak pengendalian operasional dan finansial masih di tangam Vale. Ini kan tidak sesuai dengan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Kami mendesak Pemerintah agar sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan nasional dan taat pada amanat UU," kata Mulyanto. 

Divestasi saham Vale sebanyak 51 persen ini adalah amanat UU, seperti juga divestasi Freeport. Kalau amanat UU ini tidak dilaksanakan, lebih baik Pemerintah tidak menerbitkan perpanjangan izin PT. Vale.

Presiden Jokowi, sebelumnya  menjelaskan, divestasi saham PT Vale Indonesia masih dalam pembicaraan. Jokowi mengaku masih butuh waktu diskusi agar semua pihak dapat merasa diuntungkan. Sebelumnya ditargetkan rampung pada bulan Juli 2023. 

Jokowi tidak merinci target waktu divestasi saham PT Vale setelah mundur dari rencana awal. 

"Mundur sedikit. Enggak ada (kendala), tapi masih dalam proses pembicaraan terus biar enggak keliru," ujar Jokowi setelah acara peresmian Indonesia Arena di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta pada Senin (7/8/23).

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menekankan, pembicaraan perlu terus dilanjutkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. "Semua harus merasa diuntungkan. Semua harus merasa diajak," kata Jokowi.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, divestasi PT Vale Indonesia hampir rampung. Menurut dia, PT Vale Indonesia sudah sepakat untuk menyerahkan 14 persen sahamnya ke BUMN tambang MIND ID.

"Tinggal finishing (penyelesaian)," ujar Arifin kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat, 4 Agustus 2023. "Dulu kan (divestasi) 40 persen, sekarang 14 persen lagi. Jadi, sudah 54 persen."

PT Vale Indonesia beroperasi di bawah naungan Kontrak Karya yang telah diubah pada 17 Oktober 2014 dan berlaku sampai 28 Desember 2025.

Perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel itu memiliki konsesi area seluas 118.017 hektar, meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi Tenggara (24.752 hektar), dan Sulawesi Tengah (22.696 hektar).[Fhr]


Tinggalkan Komentar