telusur.co.id - Tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) terlibat saling tuduh melanggar gencatan senjata baru di tengah kecamuk konflik mereka yang sudah berjalan tiga minggu.
Ratusan orang tewas dan ribuan lainnya terluka sejak perebutan kekuasaan antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) berubah menjadi konflik pada 15 April lalu.
Dilansir Al Jazeera, Minggu (30/4/23), kedua belah pihak mengatakan perjanjian gencatan senjata formal yang akan berakhir pada tengah malam pada hari Minggu diperpanjang selama 72 jam lagi. Langkah ini disebut oleh RSF “sebagai tanggapan atas seruan internasional, regional dan lokal”.
Tentara mengatakan pihaknya berharap apa yang disebutnya “pemberontak” akan mematuhi kesepakatan itu, tapi diyakini mereka bermaksud untuk melanjutkan serangan.
Dilaporkan bahwa warga di Khartom “belum bereaksi banyak” terhadap pengumuman perpanjangan itu karena mereka menduga gencatan senjata ini akan bernasib seperti gencatan senjata sebelumnya.
Situasi di Khartoum, di mana tentara memerangi pasukan RSF yang bercokol di daerah pemukiman, relatif tenang pada Minggu pagi, kata seorang wartawan Reuters, setelah bentrokan hebat terdengar pada Sabtu malam di dekat pusat kota.
Tentara mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka telah menghancurkan konvoi RSF yang bergerak menuju Khartoum dari barat. RSF mengatakan tentara telah menggunakan artileri dan pesawat tempur untuk menyerang posisinya di sejumlah daerah di provinsi Khartoum. [Tp]