Pasca Putusan MK soal Perppu Corona, KOPEL Buka Posko Pengaduan - Telusur

Pasca Putusan MK soal Perppu Corona, KOPEL Buka Posko Pengaduan


telusur.co.id - Direktur Eksekutif Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Anwar Razak menilai, dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang judicial review UU Nomor 2/2020 atau yang dikenal dengan Perppu Corona, maka penyelenggara negara di pusat maupun daerah dalam menangani Covid 19, tidak lagi kebal hukum. 

Menurut dia, seluruh pengeluaran negara/daerah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan juga tindakannya yang menyimpang dapat diajukan kepada peradilan. 

"Dengan keluarnya keputusan MK ini, maka kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah yang menyimpang dari ketentuan UU tidak lagi bisa berdalih dan membenarkan kebijakannya dengan dalil pandemi Covid-19. Semua harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada," kata Anwar dalam keterangannya, Rabu (3/11/21).

KOPEL bersama jaringannya di seluruh Indonesia akan membuka posko pengaduan terkait kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta tindakan yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. 

Posko Pengaduan langsung (offline) telah disiapkan di sejumlah daerah, sepeti Kota Jayapura (Papua), Kabupaten Ende (NTT), Jabodetabek, Kota Makassar (Sulsel), Kabupaten Bulukumba (Sulsel) dan Kabupaten Sinjai (Sulsel). Secara nasional posko pengaduan akan dibuka di kanal pengaduan lewat alamat email lapor.anggarancovid@gmail.com. 

"Masyarakat bisa melaporkan setiap kebijakan dan tindakan pemerintah serta pemerintah daerah terkait dengan penangan Covid-19 yang melanggar ketentuan. Termasuk di dalamnya kebijakan yang dengan sengaja memanfaatkan pandemic Covid-19 ini untuk mendapatkan keuntungan pribadi," kata Anwar.

Menurut Anwar, Posko ini dibuka untuk menindaklanjuti putusan MK. Karena, selama ini banyak keluhan masyarakat mengenai kebijakan pemerintah terkait Covid-19 akibat pemberlakuan UU No. 2 tahun 2020.

Dari UU itu, Anwar menilai, apapun yang dilakukan oleh pemerintah jika terkait dengan Covid-19, maka bisa dibenarkan. Anggota DPR dan DPRD pun sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan dan budgeting/annggaran tidak mesti terlibat. 

"Bahkan, dalam membahas anggaran pun juga tidak perlu melalui serta mendapatkan otorisasi dari DPRD jika pengeluaran anggaran tersebut terkait dengan penanganan Covid-19," tegasnya.

Kelonggaran yang diberikan UU ini berakhir setelah keluarnya putusan MK yang mengabulkan permohonan para pemohon terkait dengan pasal 27 ayat (1) dan ayat (3). Pemerintah pusat dan Daerah diharapkan tetap memperhatikan sisi transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran untuk kepentingan penanganan Covid 19. 

"Banyak belanja Pemerintah Daerah mengatasnamakan Covid-19, tapi sesungguhnya tidak. Akhirnya, prinsip efesiesnsi anggaran tidak ada, malah yang terjadi adalah pemborosan anggaran. Kita berharap hal ini tidak lagi terjadi," tukasnya.

MK, melalui sidang pleno Hakim Konstitusi, telah mengabulkan sebagian gugatan materil pemohon Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang telah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 terkait penanganan pandemi Corona di Indonesia. 

Ada 5 gugatan yang dikabulkan sebagian petitumnya oleh MK. Salah satunya adalah perkara Nomor 37/PUU-XVIII/2020 dengan penggugat dari YAPPIKA yang diwakili oleh Fransisca Fitri Kurnia Sri; Desiana Samosir; Muhammad Maulana; dan Syamsuddin Alimsyah. 

Dalam amar putusan, MK mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal yang dimohonkan tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516). 

Dalam pasal tersebut terdapat frase "bukan merupakan kerugian negara" atas biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk penyelamatan ekonomi dalam mengatasi krisis, termasuk pandemi Covid-19 ini oleh MK dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

Selain pasal 27 ayat (1), juga pada pasal 27 ayat (3) dengan frase "bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara" terhadap setiap tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah terkait dengan Covid-19.[Fhr]


Tinggalkan Komentar