Pansel Cecar Capim KPK Petahana soal TPPU - Telusur

Pansel Cecar Capim KPK Petahana soal TPPU


telusur.co.id - Panitia seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi mencecar calon pimpinan KPK petahana, Alexander Marwata soal tindak pidana pencucian uang.

Awalnya anggota Pansel KPK, Indriyanto Seno Adji menanyakan kepada Alexander soal pemahaman hukum.

"Kalau tidak paham teori, bilang saja, jangan (jawab) ngawur. Kita kenal perampasan aset in personam (merujuk pada orang tertentu), in rem (merujuk pada aset tertentu) tetapi praktik di KPK tidak pernah dilakukan in personam," kata Indriyanto menanyakan ke Alexander, di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Lantas Alexander meminta agar Indriyanto menggunakan istilah atau bahasa lokal yang sederhana. "Maaf apakah bisa menggunakan istilah biasa? Bukan bahasa asing?" kata Alexander.

Mendengar jawaban dan pertanyaan balik dari Alexander, Indriyanto pun menegaskan agar Alexander menjawab, paham atau tidak. "Bapak paham tidak?" kata Indriyanto kembali bertanya.

"Tidak," jawab Alexander.

Indriyanto yang pernah menjadi plt. pemimpin KPK tahun 2015 kembali mengatakan, jika banyak kekeliruan perampasan aset di KPK. Ia mengatakan tidak mau dengar soal keberhasilan, tetapi juga kekurangan KPK.

"In rem dan in personam keliru di sana (KPK). Pemahaman bapak terhadap perampasan aset secara umum apakah perampasan aset itu berlaku terhadap prinsip-prinsip retroaktif yang tidak terikat dengan tempus delicti (waktu kejadian) dari predicate crime?" kata Indriyanto kembali bertanya.

"Saya setuju perampasan aset yang diduga dari tindak pidana korupsi," kata Alexander menjawab.

"Bagaimana prinsip retroaktif terikat atau tidak dengan tempus delicti-nya misalnya predicate crime (tindak pidana awal) pada tahun 2010 sampai dengan 2015, apakah dapat melakukan penyidikan pencucian uang dan penyitaan secara retroaktif?" kata Indriyanto.

"Tentu harus dikaitkan dengan tempus delicti," kata Alexander.

Bukan hanya TPPU, Alexander juga dicecar mengenai mengapa penindakan dan pencegahan korupsi di KPK tidak optimal.

"Karena belum seluruh jajaran membuat e-spdp (elektronik surat perintah dasar penindakan), ke depan akan dilaksanakan di KPK, kepolisian, dan kejaksaan tidak satu arah. Saat ini hanya satu arah hanya KPK yang bisa mengawasi KPK, mengawasi kejaksaan dan kepolisian, tetapi mereka tidak bisa mengawasi kita," kata Alexander menjawab.

"Permasalahan bagaimana menentukan tersangka? Soal TPPU, dalam keilmuan KPK sangat terlambat, uang tidak terlacak, tidak sampai 20 kasus TPPU dalam setahun?" tanya Ketua Pansel KPK Yenti Garnasih.

"Untuk perampasan aset koruptor kita kadang-kadang tidak menggunakan TPPU tetapi bisa merampas aset koruptor dengan pasal gratifikasi lalu menerapkan korupsi terhadap korporasi, rasa-rasanya saya dorong lagi di tingkat penututan maupun penyidikan untuk memproses korporasi," jawab Alexander.  [asp]

Laporan: Saeful Anwar


Tinggalkan Komentar