telusur.co.id - Pengibaran bendera pelangi yang merupakan simbol dari komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Jakarta, merupakan tindakan provokatif. Kendati itu merupakan kedaulatan suatu negara.
"Pengibaran bendera LGBT yang dilakukan oleh Inggris terlindungi oleh prinsip kekebalan hukum atas kedaulatan suatu negara dalam teritori suatu Kedutaan Besar," kata nggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, dalam keterangannya, Minggu (22/5/22).
Pemasangan bendera itu diinformasikan secara resmi melalui Instagram Kedutaan Besar Inggris yakni @ukinindonesia. Dalam postingannya, Kedubes Inggris menyebutkan, pemasangan bendera tersebut dalam rangka memperingati Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia, dan Transfobia (IDAHOBIT).
Menurut TB Hasanuddin, pengibaran bendera simbol LGBT itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun1982 yang merupakan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan.
Pasal 3 Ayat 1 (e) menjelaskan bahwa fungsi misi diplomatik adalah mempromosikan hubungan persahabatan antara Negara Pengirim dan Negara Penerima dan mengembangkan hubungan ekonomi, budaya, dan ilmiah.
"Dengan demikian, tindakan tersebut merupakan tindakan provokatif dari sisi budaya yang dipercaya oleh bangsa Indonesia," katanya.
Politikus PDIP ini menyatakan, area kompleks kedutaan di mana pun secara hukum internasional adalah wilayah berdaulat perwakilan negara tersebut. Dengan demikian, negara lokasi suatu Kedubes tidak bisa melarang kegiatan yang dilakukan perwakilan negara di kompleks kedutaan.
Namun, menurutnya, hubungan internasional juga menyangkut aspek etika dan penghormatan norma-norma sosio-kultural yang berlaku di negara lain.
"Tentunya Inggris sebagai sesama negara sahabat harus saling menghormati agar tidak menimbulkan suasana yang tidak nyaman antar kedua negara. Sebaiknya Inggris dapat lebih sensitif dengan nilai budaya yang berlaku di Indonesia," pungkasnya.[Fhr]