Jokowi Disebut Ahistoris Soal Penunjukkan Menag Dan Mendikbud Baru - Telusur

Jokowi Disebut Ahistoris Soal Penunjukkan Menag Dan Mendikbud Baru

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Watim MUI) Din Syamsuddin / Net

telusur.co.id - Presiden Joko Widodo disebut mengabaikan persoalan historis dalam penunjukkan Menteri Agama (Menag) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Begitu disampaikan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Watim MUI) Din Syamsuddin dalam keterangannya, Jumat (25/10/19).

"Ada persoalan historis dan psikologis yang diabaikan yakni penempatan menteri pada kementerian yang memiliki dimensi historis kuat seperti bidang agama dan pendidikan," kata Din.

 

Mantan Ketua Umum Muhammadiyah ini mengatakan, sejarah posisi Menag erat terkait dengan kompromi politik di awal kemerdekaan untuk akomodasi aspirasi golongan Islam.

Kemenag, lanjut dia, juga berperan sentral untuk memfungsikan agama sebagai faktor pendorong pembangunan bangsa. Sedangkan Kemendikbud, lanjut dia terikat erat dengan amanat konstitusi yakni 'mencerdaskan kehidupan bangsa' yang berhubungan dengan pembentukan watak bangsa.

"Agaknya, keputusan yang ada bersifat ahistoris dan asosiologis," jelasnya.

Sementara itu, Din mengemukakan secara khusus arahan Presiden Joko Widodo kepada Menteri Agama untuk mengatasi radikalisme adalah sangat tendensius.

 

Radikalisme yang memang harus  ditolak terutama pada bentuk tindakan nyata ingin memotong akar 'radix' dari NKRI yang berdasarkan Pancasila. Di sini, kata dia, presiden dan pemerintah tidak bersikap adil dan bijaksana.

Radikalisme yang ingin mengubah akar kehidupan kebangsaan Pancasila, lanjutnya tidak hanya bermotif keagamaan tapi juga bersifat politik dan ekonomi.

"Sistem dan praktek politik yang ada nyata bertentangan dengan sila keempat Pancasila, begitu pula sistem dan praktik ekonomi nasional dewasa ini jelas menyimpang dari sila kelima Pancasila. Mengapa itu tidak dipandang sebagai bentuk radikalisme nyata terhadap Pancasila," kata dia.

 

Dia mengatakan bahkan ada sikap dan tindakan radikal terhadap negara Pancasila seperti Komunisme atau separatisme yang ingin memisahkan diri dari NKRI tapi tidak dipandang sebagai musuh Negara Pancasila.

"Jika presiden dan pemerintah hanya mengarahkan tuduhan dan tindakan antiradikalisme terhadap kalangan Islam, maka itu tidak akan berhasil dan hanya akan mengembangkan radikalisme yang bermotif keagamaan," pungkasnya. [asp]


Laporan : Tio Pirnando


Tinggalkan Komentar