telusur.co.id - Mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, pemerintah menjadikan momentum anjloknya harga minyak untuk mengeruk keuntungan.
Pernyataan itu disampaikan Fadli, pasalnya di tengah ancaman krisis ekonomi besar, yang oleh IMF disebut sebagai “The Great Lockdown”, penurunan harga BBM sebenarnya bisa jadi stimulus ekonomi.
Penurunan tersebut akan membantu daya beli masyarakat yang sejauh ini sudah tergerus. Penurunan itu juga akan membantu menekan ongkos logistik.
"Sayangnya, bukannya menjadikan harga BBM sebagai instrumen meringankan beban ekonomi masyarakat, Pemerintah malah menjadikan momen anjloknya harga minyak ini sebagai jalan untuk mengeruk keuntungan," kicau Fadli, Senin (20/4/20).
Pada 18 Maret 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga berjanji akan menurunkan harga BBM sebagai imbas terus anjloknya harga minyak dunia ke level US$30 per barel. Namun, hingga hari ini, janji tersebut belum juga dipenuhi.
"Tetap tingginya harga jual BBM di Indonesia pada saat harga minyak dunia sedang anjlok memang mengherankan. Apalagi, saat ini harga minyak dunia berada dalam level terendah sejak 18 tahun terakhir," kata dia.
Dijelaskan Fadli, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei jatuh ke level US$24,88 per barel. Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April anjlok menjadi US$20,37 per barel.
Minyak Brent merosot lebih dari 50 persen dalam 10 hari terakhir. Dengan penurunan-penurunan tersebut, mestinya harga BBM telah turun jauh dari posisi harga saat ini, yang terakhir kali ditetapkan pada 5 Januari 2020.
Sebagai perbandingan, saat ini Malaysia menjual Ron 95 (setara Pertamax Turbo) seharga RM1,25, atau setara dengan Rp4.500 per liter. Padahal, di Jakarta, harga Pertamax Turbo saat ini adalah Rp9.850.
"Ini kan gila-gilaan selisihnya. Siapa yang ambil keuntungan?," tegas dia.[Fhr]