telusur.co.id — Elite Partai Demokrat kembali menyindir Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, setelah terus-terusan menyerang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ketua Bappilu Partai Demokrat, Andi Arief menyebut, Hasto merupakan sosok yang gagal bertarung dengan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, pada kontestasi kursi DPR RI, di dapil Jawa Timur.
"Hasto, Sekjen PDIP, melawan Mas Ibas @Edhie_Baskoro di dapil 7 Jatim saja terjungkal dan gagal ke Senayan," kata Andi lewat akun twitternya, ditulis Selasa (2/10/21).
Menurut Andi, sungguh aneh jika Hasto Kristiyanto sekarang ingin memposisikan diri sebagai elite nasional politik.
"Kini ingin menyamakan dirinya atau mensejajarkan dirinya dengan elite politik nasional berpengalaman,” sindirnya.
Andi bahkan menyebut soal ciri-ciri orang kalah. Ia menganggap, ada saja tudingan dari pihak yang kalah.
"Orang kalah sering beralasan curang atau kurang logistik,” tudingnya.
Pernyataan terbaru Hasto Kristiyanto terkait SBY yakni soal bantuan sosial atau bansos. Hasto menyebut SBY memainkan politik bansos yang membebani APBN saat di Pemilu 2009.
"Demokrasi yang kini disebut deliberatif demokrasi, musyawarah mufakat yang berkeadilan sosial, coba CSIS menghitung, berapa biaya pemilu kita dari pusat hingga daerah, dan adalah beban bagi APBN, beban bagi keuangan negara. Belum dampak dari politik populism akibat bansos yang kemudian jadi model setelah itu diterapkan pada tahun 2009, dalam politik bansos yang menurut Marcus Mietzner dari bulan Juni 2008 sampai dengan Januari 2009, Pak SBY membelanjakan 2 miliar US dollar untuk politik yang populis itu,” kata Hasto.
"Ini kan beban bagi APBN ke depan, akibat dari konsekuensi politik yang sangat liberal,” imbuhnya.
Hasto bicara dalam diskusi ‘Menimbang Sistem Pemilu 2024: Catatan dan Usulan’ yang digelar CSIS, Senin (1/11/21). Jika dirupiahkan dengan kurs Rp 11.380 ribu/dolar AS (kurs 1 Januari 2009), nilai tersebut setara Rp 22,76 triliun.
Menurut Hasto, politik populis ini membahayakan keuangan negara. Dia menyebut negara-negara Eropa hingga AS mengalami krisis akibat gaya politik populis ini.[Fhr]