telusur.co.id - Polemik presidential threshold terus bergulir. Bahkan, banyak pihak yang mengusulkan untuk dihapuskan, agar calon calon mungkin dapat mencalonkan diri.
"Kalau kita tanya kepada pemilih, harapannya calon presiden bisa banyak. Ini tergambar dari survei dan antusiasme diskusi. Selain itu, kita punya pengalaman buruk di dua pemilu presiden yang cuma ada dua calon. Peman massanya begitu kuat. Informasi dan pendidikan politik sulit. untuk dibilang sehat, " ujar Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Usep Hasan Sadikin, dalam keterangannya, Senin (8/11/2021).
Tantangannya, Putusan MK terakhir tetap mempertahankan PT. Kekuasaan yudisial ini punya putusan yang bersifat final dan mengikat. Secara linear, putusan MK harus dipatuhi.
Apakah DPR sebagai lembaga yang bisa merevisi undang-undang pemilu masih bisa menghasilkan ketentuan pencalonan presiden tanpa PT? Jawabannya, iya dan tidak serta tiap jawaban bisa diperdebatkan.
"Saya berharap, presidential threshold makin diartikan oleh banyak partai politik sebagai bentuk diskriminasi politik.," terangnya.
Seharusnya, pemilu serentak makin membuat partai politik sadar betapa pentingnya aturan pemilu yang membolehkan semua partai bisa mencalonkan presiden tanpa harus punya kursi hasil pemilu sebelumnya. Karena, elektabilitas calon yang diusung bisa lebih optimal mempengaruhi elektabilitas partai. PDIP dan Gerindra punya elektabilitas pertama dan kedua di Pemilu 2019, ya karena punya capres.
Pada 2024 nanti, tidak ada petahana presiden yang bisa mencalonkan lagi. Kita semua tahu amat banyak nama capres dalam survei dan perbincangan politik. Sungguh disayangkan jika semua ini dibatasi dengan PT.
"Terakhir , saya tidak bosan untuk mengingatkan bahwa, presidential threshold sebenarnya punya arti ambang batas keterpilihan presiden. Keterpilihan, bukan pencalonan," tegasnya.
Dan Indonesia sudah punya ambang batas presiden di konstitusi. UUD NRI '45 memiliki syarat ambang batas keterpilhan presiden yaitu lebih dari 50% yang menyertai sebaran suara yang merata. Ini ambang batas presiden sebenarnya, bukan ambang batas pencalonan presiden 20% kursi atau 25% suara hasil pemilu sebelumnya yang jelas-jelas buatan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya.(Fie)