Soal Demo 11 April, Pengamat: Harusnya Diarahkan ke Luhut dan Elit yang Mau Tunda Pemilu - Telusur

Soal Demo 11 April, Pengamat: Harusnya Diarahkan ke Luhut dan Elit yang Mau Tunda Pemilu

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo. (Foto: telusur.co.id/Fahri).

telusur.co.id - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan menggelar aksi demo serentak di sejumlah kota di tanah air pada Senin, 11 April 2022. Pihak BEM SI memperkirakan sebanyak 1.000 mahasiswa akan ikut demo.

Menanggapi rencana aksi demonstrasi mahasiswa tersebut Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo mengatakan, aksi demonstrasi adalah hal yang wajar yang memang merupakan bagian dari ekspressi demokrasi untuk menyampaikan pendapat. 

"Ya wajar saja kalau mahasiswa menggelar aksi demonstrasi menyampaikan pendapat, itu ekspresi demokrasi," kata Karyono kepada telusur.co.id, Minggu (10/4/22).

Namun, menurut Karyono, ada beberapa isu yang tidak relevan sebenarnya yang diarahkan pada Presiden Joko Widodo. Misalnya terkait dengan wacana tentang tiga periode masa jabatan presiden dan penundaan pemilu.

"Itu sejak awal sudah dari dulu kan Presiden menyatakan secara terbuka tidak akan melanggar konstitusi, tidak menabrak konstitusi, taat kepada konstitusi," ungkap Karyono.

Namun, kata Karyono, ada beberapa pihak yang terus-menerus meyuarakan hal itu. Akhirnya presiden dengan tegas melarang kabinet bicara soal 3 periode.

"Jadi kalau menurut saya, poin tuntutan yang itu salah alamat. Mestinya diarahkan kepada Luhut Panjaitan, dan mefeka yang menyuarakan soal perpanjangan masa jabatan dan tunda pemilu," jelasnya.

Terkait tuntutan soal Ibu Kota Negara (IKN), Karyono meminta mahasiswa untuk mengkaji tentang urgensi pemindahan IKN tersebut.

"Yang kedua dikaji dari aspek konstitusi, peraturan perundang-undangan, kan memang sudah ada UU IKN yang sudah disahkan di DPR. Kemudian aturan tueunannya juga sedang dibuat. Kepala IKN dan wakilnya juga sudah ditunjuk oleh presiden. Saya kira dari aspek regulasi presiden tidak menabrak aturan," urainya.

Namun, sebagai second opinion, menurut menurut Karyono penting juga ada suara kritis dari mahasiswa dan masyarakat. Tapi jangan asal menolak, jangan asal meyampaikan pendapat, harus ada argumen yang berbasis data, sehingga apa yang disampaikan bermanfaat bagi bangsa dan negara dan masyarakat sebagai masukan yang mungkin bisa diakomodir oleh pemerintah kalau memiliki basis data yang kuat.

"Jadi kritiknya itu konstruktif," katanya.

Terkait melonjaknya harga minyak goreng dan kebutuhan pokok, Karyono menilai wajar jika mahasiswa bersuara. Karena memang realitasnya terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng, dan diakui oleh Menteri Perdagangan tak berdaya menghadapi kartel yang selama ini menguasai komoditas migor dari hulu sampai hilir.

"Terkait hal itu memang perlu ada suara kritis dari mahasiswa maupun masyarakat lain untuk memberikan solusi bagi pemerintah untuk menyelesaikan persoalan," terangnya.

Karyono mengungkapkan, Mendag Lutfi secara terang-terangan mengakui bahwa ada permainan kartel terkait melonjaknya komoditas bahan pokok.

"Itu secara eksplisit diakui, tapi kemudian tidak ada upaya untuk mengusut tuntas, padahal Mendag Lutfi janji akan mengumumkan siapa yang bermain ini, tapi kok ga ada progres," ujarnya.

"Makanya, kalau saya jadi presiden, saya pecat itu Mendag Lutfi. Nah mahasiswa juga harusnya begitu tuntutannya, jangan hanya fokus kepada presiden dong," imbuhnya.

Menurut Karyono, yang bikin carut marut soal minyak goreng dan harga komoditas kebutuhan pokok bukan presiden, tapi mendag.

"Dalam hal ini kan ada yang bertanggung jawab, ada tupoksinya, menteri yang memiliki kewenangan. Mestinya tuntutannya meminta kepada presiden untuk memberhentikan mendag lutfi karena gagal di dalam mengatur ketwraediaan bahan pokok dan menstabilkan harga, jadi gitu," pungkasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar