telusur.co.id - Direktur Pusako, Feri Amsari melihat ada yang janggal dari putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang dalam putusannya untuk menunda tahapan Pemilu 2024.
"Saya pikir ada yang janggal dalam putusan PN Jakpus, karena berdasarkan keputusan MA No 2 tahun 2019 untuk perkara melawan perbuatan hukum tidak lagi diadili di PN tetapi semua dialihkan ke PTUN," ujar Feri dalam keterangannya, Jumat.
Yang menarik juga adalah bagaimana mungkin PN mempunyai yuridiksi untuk meniadakan atau menunda pemilu. Padahal menurut UUD 1945 asas pemilu itu keberkalahan yaitu 5 tahun sekali.
"Sekuat apa PN melanggar yang ada di UUD. Padahal MK dan MA saja tidak memiliki kewenangan menunda pemilu, sehingga kita melihatnya sangat janggal," ujar Feri, lagi.
Kejanggalan lainnya adalah kasus ini kan perbuatan melawan hukum terkait Partai Prima dalam verifikasi administratif dan faktual. Kalau kasusnya perdata, mestinya hak-hak keperdataan partai yang harus diperbaiki dengan melakukan verifikasi kembali.
"Kok, tiba-tiba meloncat penundaan pemilu. Jadi janggal dan aneh kalau dikaitkan dengan konsep keperdataan," katanya, mewanti-wanti.
Karena janggal, Feri mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai adanya langkah-langkah dan upaya untuk penundaan pemilu. "Bagi saya ada yang tidak sehat dan tidak bisa dibiarkan putusan ini. Karena ini bukan yuridiksi dari PN, maka dibatalkan atau batal demi hukum dan dianggap tidak ada putusan. Upaya mengabaikan putusan ini harus dilakukan oleh penyelengara pemilu," tandasnya. [ham]