Perusahaan Label Rekaman Lagu Virgoun Gugat TikTok, Begini Kelanjutannya - Telusur

Perusahaan Label Rekaman Lagu Virgoun Gugat TikTok, Begini Kelanjutannya

Penyanyi Virgoun (foto: Instagram)

telusur.co.id - Aplikasi TikTok yang merupakan aplikasi buatan TikTok Pte., Ltd dan ByteDance Inc., digugat PT Digital Rantai Maya (DRM) ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Januari 2021 lalu. TikTok dan ByteDance Inc. dianggap melanggar Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Kuasa hukum DRM dari Gracia Law Firm, Nixon D.H Sipahutar menjelaskan, DRM merupakan pemilik hak cipta atas album, produk dan master rekaman lagu Surat Cinta Untuk Starla, Bukti, dan Selamat (Selamat Tinggal) yang dibawakan oleh Virgoun. 

"Virgoun salah satu artis yang terikat perjanjian kerja sama secara eksklusif dengan DRM sebagai label/produser rekaman selaku pemilik hak terkait," ujar Nixon dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/1/22).

Nixon menuturkan, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta, hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran. Sedangkan produser fonogram adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (7) UU Hak Cipta. 

Oleh karena itu, kata dia, DRM merupakan pemilik hak terkait atas lagu-lagu yang dibawakan Virgoun tersebut. Karena proses rekaman, mixing, dan mastering dilakukan oleh DRM selaku produser fonogram.

"Selaku pemilik hak terkait, berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UU Hak Cipta, DRM  memiliki hak eksklusif berupa hak ekonomi yaitu meliputi hak untuk melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melaksanakan: Pengadaan atas Fonogram dengan cara atau bentuk apapun; Pendistribusian atas Fonogram asli atau salinannya; Penyewaan kepada publik atas salinan Fonogram; dan Penyediaan atas Fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik," paparnya.

DRM, sambung Nixon, menemukan data bahwa pada tahun 2017 TikTok dan ByteDance Inc., mendistribusikan produk hak terkait berupa master rekaman dari ketiga lagu Virgoun secara tanpa hak dan tanpa izin dari DRM, selaku pemilik hak terkait. Mereka mengunggah lagu-lagu tersebut ke server aplikasi video pendek yang dikembangkan oleh para tergugat yaitu platform yang bernama TikTok. 

"Tindakan para tergugat tersebut dapat diduga telah melanggar hak terkait atas hak cipta milik DRM, dan dapat  menimbulkan kerugian baik secara materiil maupun immateriil bagi DRM, dan sebaliknya para tergugat telah mendapatkan manfaat ekonomis dan meningkatkan goodwill-nya," jelasnya.

DRM, kata Nixon, sudah melakukan musyawarah dan menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan dalam dua tahun terakhir, dengan melakukan korespondensi melalui email sejak 5 Agustus sampai tanggal 30 Oktober 2019. DRM juga melakukan pertemuan dengan TikTok tanggal 3 Oktober 2019 yang dilaksanakan di ruang meeting lt.17 SCTV Tower dan 18 Oktober 2019, yang dilaksanakan secara daring. 

"Hasil dari korespondensi melalui email maupun pertemuan dengan TikTok dan ByteDance tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Sehingga DRM melalui kuasa hukum membuat surat peringatan kepada ByteDance untuk segera menghentikan pelanggaran dan membayar ganti kerugian, namun para tergugat tetap tidak menunjukkan itikad baik," terangnya. 

Sidang gugatan terhadap TikTok dan ByteDance sendiri telah digelar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sejak sidang pertama dilaksanakan pada 22 April 2021, sampai sidang keempat tanggal 12 Oktober 2021, para tergugat tidak hadir di persidangan. Sementara pihak DRM bersama kuasa hukum, selalu hadir. 

Kemudian pada sidang kelima
pada 19 Oktober 2021, dengan agenda pembuktian oleh penggugat DRM bersama kuasa hukum hadir di persidangan dengan barang bukti yang sudah lengkap. Lalu, ada orang yang mengaku sebagai kuasa dari para tergugat, namun saat akan dilakukan pemeriksaan dia tidak dapat melengkapi legal standing yang diminta oleh majelis hakim. 

"Orang tersebut tidak dapat membuktikan bahwa kehadirannya sebagai penerima kuasa, sebab nama orang tersebut tidak tercantum dalam surat kuasa dari principal," tutur Nixon. 

Majelis hakim, sambungnya, kemudian menunda persidangan untuk memberi kesempatan kepada orang yang mengaku sebagai pihak tergugat di persidangan selanjutnya yang dilaksanakan pada 9 November 2021. Agenda persidangan juga diubah dari yang seharusnya pembuktian oleh penggugat, menjadi dikembalikan ke legal standing, dan jawaban kuasa hukum DRM mengajukan keberatan kepada majelis hakim dan menolak kehadiran orang yang mengaku sebagai penerima kuasa substitusi para tergugat.

"Namun majelis hakim menolak keberatan kuasa hukum DRM dan mengizinkan orang yang mengaku sebagai penerima kuasa substitusi para tergugat untuk mengikuti persidangan, dan memerintahkan kepada orang tersebut untuk menghadirkan penerima kuasa asli pada sidang berikutnya oleh pihak tergugat," jelasnya.

Majelis hakim, kata dia selanjutnya mengubah agenda persidangan dari yang sesuai jadwal yaitu pembuktian oleh penggugat dan dikembalikan ke legal standing dan jawaban. 

"Kuasa hukum DRM telah menyampaikan surat kepada Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia, perihal perbuatan majelis hakim yang mengizinkan kuasa substitusi para tergugat pada tanggal 26 Oktober 2021," jelasnya.

Kemudian, kata dia sidang keenam dilaksanakan tanggal 9 November 2021 dengan agenda persidangan legal standing dan jawaban dari tergugat. DRM Bersama kuasa hukum hadir di persidangan, sedangkan orang yang duduk di bangku tergugat, bukan orang yang namanya tercantum dalam surat kuasa dari pemberi kuasa TikTok Pte., Ltd (Tergugat I) dan ByteDance Inc. (Tergugat II).

Terkait hal ini, kuasa hukum DRM juga meminta agar majelis hakim mengembalikan agenda persidangan menjadi pembuktian oleh penggugat dikarenakan telah membawa alat bukti lengkap, hal ini dikarenakan penggugat telah menyiapkan barang bukti untuk persidangan. Majelis hakim menolak keberatan kuasa hukum DRM dan orang yang mengaku sebagai tetap mengizinkan orang yang namanya tidak tercantum dalam surat kuasa dari pemberi kuasa tergugat.

Kuasa hukum DRM meminta majelis hakim untuk menunda persidangan sampai mendapatkan surat jawaban dari Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia. Majelis hakim lalu memutuskan menunda persidangan sampai waktu yang belum bisa ditentukan.

"DRM mempertimbangkan perlu untuk menyampaikan bahwa mengajukan gugatan tidak semata-mata untuk menuntut para tergugat atas kerugian materiil dan immateriil, tetapi juga untuk tujuan lain, yaitu membangun awareness para penyedia platform digital. Dalam hal ini khususnya TikTok, mengenai hak-hak yang dimiliki oleh para pemilik hak cipta industri musik," pungkasnya.
 


Tinggalkan Komentar