Oleh : Smith Alhadar
ISLAM mengajarkan penganutnya untuk melaksanakan "amar ma'ruf nahi munkar" atau perintah melaksanakan perbuatan baik dan menolak kemungkaran. Ajaran inilah yang membuat banyak ormas Islam di dunia mengadopsinya menjadi platform perjuangan mereka. Secara alami, manusia di mana pun di seluruh dunia -- lepas dari ideologi, etnis, ras, agama, dan golongan -- akan melaksanakan prinsip ini dalam kehidupan mereka. Inti dari ajaran ini adalah umat Islam tidak boleh netral dalam melihat kemungkaran, apalagi mendukungnya.
Majelis Ulama Indonesia pun mengikat diri dengan platform ini sebagai tuntunan bagi program kerja mereka. Maka ketika menyaksikan kesesata-kesesatan yang diproduksi Istana, MUI pun tak kuasa untuk mendiamkannya.
Kemarin, 10 Mei, Wakil Sekjen MUI Tengku Zulkarnain mengritik seringnya Istana meluruskan omongan pejabat tinggi, dari presiden hingga menteri, yang membuat pernyataan-pernyataan yang membingungkan di hadapan publik yang sedang tertindas oleh corona.
Memang sebelumnya Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dianggap membuat pernyataan sesat soal izin kembali beroperasinya semua moda transportasi. Istana pun meluruskan pernyataan itu. Yang mengherankan, Istana juga meluruskan dirinya sendiri terkait omongan presiden yang meminta rakyat berdamai dengan covid-19.
Kritik Tengku Zulkarnain memang perlu disampaikan agar Istana istiqamah satu suara dalam mengelola negara. Pernyataan-pernyataan yang simpang-siur dan sesat di antara penyelenggara negara dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap Istana. Akibat selanjutnya, Istana kehilangan legitimasi sehingga negara menghadapi instabilitas.
Yang juga penting, Istana jangan lagi menambah beban rakyat yang sedang frustrasi menghadapi keadaan ini. Kritik Tengku Zulkarnain itu juga mencerminkan kekecewaan MUI atas ketidakbecusan Istana mengelola negara yang membahayakan seluruh 270 juta jiwa rakyat Indonesia.
Kritik terhadap Istana juga disampaikan Sekjen MUI Anwar Abbas terkait masuknya ribuan buruh Cina ke negeri ini di saat jutaan buruh lokal kehilangan pekerjaan. Apalagi pekerjaan buruh Cina itu dapat dilaksanakan buruh lokal. Ini mencederai rasa keadilan masyarakat. Dan lebih menggambarkan pengabdian Istana pada majikan Cina.
Anwar Abbas mengatakan hal itu menyakiti bangsa Indonesia dan menciptakan public distrust kepada Istana. Apa yang dikatakan Sekjen MUI pasti benar. Bukan rahasia umum lagi bahwa di bawah Jae Indonesia menjadi kacung dan antek Cina. Sampai-sampai di tengah wabah corona ini pun Istana tak kuasa menolak keinginan rezim komunis itu.
Belakangan, 9 Mei, keprihatinan Anwar Abbas ini menjadi sikap bersama semua Ketua MUI dari 32 provinsi. Mereka menandatangi seruan agar Istana menghentikan masuknya buruh Cina yang dicurigai menularkan covid-19 kepada masyarakat Indonesia.
Yang jauh lebih serius adalah perlawanan MUI terhadap Perppu No 1 Tahun 2020 atau Perppu Covid-19 yang mengizinkan Istana melanggar Konstitusi, membuat utang baru, dan membuka jalan bagi terjadinya KKN besar-besaran akibat ketiadaan sanksi bagi penyelewengan penyelenggara negara dalam menggunakan dana negara.
Dalam konteks ini, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Sysmsuddin, bersama kawan-kawan lintas agama dan golongan, mendesak Mahkamah Konstitusi melakukan judicial review atas Perppu yang membahayakan negara dan rakyat Indonesia ini.
Sebenarnya, sebelum menjadi wakil presiden, Ma'ruf Amin sebagai Ketua Umum MUI juga mengambil sikap oposisi terhadap Istana. Itu terlihat dari dukungannya pada Alumni 212 yang melawan Ahok terkait dengan ucapannya yang pejoratif terhadap Kitab Suci umat Islam. Waktu itu Din Syamsuddin juga mengritik Ahok.
Ahok adalah mitra Istana yang bekerja sama dengan kaum oligark dalam sejumlah proyek bernilai ratusan triliun rupiah. Di antaranya, proyek reklamasi belasan pulau di pantai utara Jakarta. Sedangkan Alumni 212 adalah kelompok oposisi terhadap Istana hingga hari ini.
Oposisi MUI ini adalah pengejawantahan platform "amar ma'ruf nahi munkar" itu. MUI memang melihat ada ketidakberesan Istana dalam membuat dan mengeksekusi kebijakan. Kebijakan-kebijakan Istana lebih berorientasi pada kepepentingan kaum oligark dengan mengorbankan kebutuhan rakyat.
Dalam menghadapi wabah corona pun orientasi kebijakan Istana lebih fokus pada sektor ekonomi ketimbang keselamatan rakyat. Kebijakan yang dibuat pun serampangan, simpang-siur, berubah-ubah, dan membahayakan rakyat, bangsa, dan negara.
Ketika penularan covid-19 masih tinggi, Istana melonggarkan PSBB. Kebijakan ini sulit dimengerti. Penularan corona akan makin cepat, meluas, membunuh lebih banyak orang, dan memperlama pemulihan kehidupan sosial dan ekonomi. Rakyat kian menderita dan negara terancam hancur. Dalam konteks inilah kita melihat sikap oposisi MUI terhadap Istana masuk akal, bahkan suatu keniscayaan.
Editor: Abdurrahman Syebubakar