telusur.co.id - Ibu kota Nepal, Kathmandu, dilanda kekacauan setelah aksi protes besar-besaran menolak larangan media sosial berubah menjadi tragedi. Sedikitnya 11 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka setelah aparat keamanan melepaskan tembakan langsung ke arah massa, Rabu (3/9/2025).
Aksi demonstrasi yang dipimpin oleh Generasi Z itu pecah sebagai bentuk penolakan atas kebijakan pemerintah yang memblokir sebagian besar platform media sosial populer, termasuk Facebook, YouTube, dan X (Twitter). Alasan pemerintah: platform-platform tersebut dianggap belum terdaftar secara resmi dan tidak berada di bawah pengawasan nasional.
“Hentikan pemblokiran media sosial! Hentikan korupsi, jangan bungkam suara kami!” seru ribuan pengunjuk rasa di jalanan Kathmandu, yang dipenuhi spanduk, poster, dan yel-yel perlawanan.
Dari Protes Damai ke Tragedi Nasional
Awalnya berlangsung damai, situasi berubah mencekam saat demonstran mulai mengepung gedung parlemen, menerobos barikade keamanan, dan memaksa polisi anti huru-hara mundur. Aparat mencoba mengendalikan situasi dengan gas air mata dan meriam air, namun kewalahan oleh gelombang massa yang terus berdatangan.
Ketika tekanan massa memuncak, polisi akhirnya melepaskan tembakan ke arah kerumunan.
Menurut Kantipur, media lokal terkemuka, tujuh korban tewas dilarikan ke Rumah Sakit Bir, sementara empat lainnya meninggal di Rumah Sakit Sipil dan Rumah Sakit KMC. Rumah Sakit Kathmandu juga melaporkan 58 orang terluka, beberapa di antaranya dalam kondisi kritis.
Pemerintah Berlakukan Jam Malam
Pemerintah Nepal merespons kerusuhan ini dengan memberlakukan jam malam di area strategis ibu kota, termasuk sekitar gedung parlemen, kantor pemerintahan, istana presiden, dan wilayah pusat kota lainnya. Aparat bersenjata dikerahkan untuk mengamankan kawasan vital dan mencegah aksi susulan.
Langkah darurat ini mendapat kecaman luas dari kelompok hak asasi manusia dan aktivis sipil, yang menilai kebijakan pemblokiran media sosial sebagai bentuk represi digital dan pembungkaman kebebasan berekspresi.
TikTok Masih Aktif, Facebook Diblokir
Pemerintah menyatakan bahwa pihaknya telah meminta lebih dari 20 platform untuk mendaftar secara resmi dan tunduk pada regulasi nasional. Hingga saat ini, hanya TikTok, Viber, dan tiga platform lainnya yang memenuhi ketentuan tersebut dan masih dapat diakses publik.
Larangan terhadap platform besar seperti Facebook dan YouTube memicu gelombang protes karena dianggap mengisolasi generasi muda dari dunia luar dan membatasi ruang digital untuk berekspresi, berorganisasi, dan mengedukasi.
Insiden ini mencerminkan ketegangan antara pemerintah dan generasi muda yang semakin vokal dalam menuntut transparansi, kebebasan digital, dan ruang demokratis yang inklusif. Bagi banyak anak muda Nepal, media sosial bukan hanya sarana hiburan, tapi juga platform untuk pendidikan, gerakan sosial, dan peluang ekonomi.