telusur.co.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal itu menyusul temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM mengenai pelanggaran dalam pelaksanaannya.
Permintaan tersebut terlampir dalam surat terbuka yang disampaikan PP Muhammadiyah yang diteken oleh Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik M Busyro Muqoddas.
Ada tiga poin tuntutan Muhammadiyah kepada presiden dalam surat tersebut.
"Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia, laporan Komnas HAM mengenai hasil pemantauan dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM pada asesmen TWK dalam proses alih status pegawai KPK, semakin menguatkan adanya dugaan upaya bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu," bunyi surat tersebut dalam alinea pembukaan.
Oleh karena itu, PP Muhammadiyah menyampaikan pendapatnya sebagai bentuk partisipasi masyarakat sipil dan tanggung jawab moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kepada Presiden Jokowi.
Pertama, Jokowi merupakan Presiden RI yang menjabat sebagai kepala negara danKepala pemerintahan serta pejabat pembina kepegawaian tertinggi, harus mengambil alih proses alih status pegawai KPK serta membatalkan hasil asesmen TWK.
Kedua, Presiden Jokowi juga harus memulihkan nama baik 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) yang telah distigma dengan pelabelan identitas tertentu.
Muhammadiyah juga meminta Presiden mengangkat Novel Baswedan Cs atau 75 pegawai KPK yang dinyatakan TMS.
"Sekaligus ini merupakan bentuk komitmen Presiden terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia," tulis surat tersebut.
Muhammadiyah menyatakan hal tersebut juga merupakan rekomendasi dari Ombudsman dan Komnas HAM yang menyatakan adanya dugaan malaadministrasi dan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.
Ketiga, Muhammadiyah menilai asesmen TWK tidak sepenuhnya menjalankan perintah UU Nomor 19 tahun 2019, PP Nomor 41 tahun 2020, dan pengabaian arahan Presiden Republik Indonesia yang telah disampaikan secara terbuka di hadapan masyarakat.
Selain itu, pelaksana TWK tidak menjadikan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 sebagai pertimbangan dalam alih status pegawai KPK jelas merupakan pengabaian konstitusi.
"Dengan demikian secara tegas Presiden harus mengevaluasi serta mengambil langkah yang dianggap perlu kepada pimpinan kementerian atau lembaga yang terlibat dalam asesmen TWK pegawai KPK, dikarenakan telah mengabaikan prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta tidak memenuhi asas keadilan yang sesuai dengan standar hak asasi manusia," tulis poin ketiga surat tersebut. [Tp]
Muhammadiyah Kirim Surat Terbuka Minta Jokowi Batalkan Asesmen TWK KPK

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, M Busyro Muqoddas. (Ist)