Memaknai Ultimatum Gubernur Tentang Penanganan Pandemi Korona - Telusur

Memaknai Ultimatum Gubernur Tentang Penanganan Pandemi Korona


Telusur.co.id - Oleh: Dr. H. Joni, SH.MH

PADA saat menyaksikan rapid test masal di Kobar, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengultimatum para Bupati/Walikota untuk bersungguh-sungguh memerangi virus korona atau Covid 19. Jika tidak bisa, kata Gubernur agar pejabat yang bersangkutan mundur. Penanganan akan langsung dilakukan oleh Gubernur sebagai atasan yang langsung melakukan tindakan pencegahan sesuai dengan kewenangannya.

Pernyataan itu terkesan kecil, apa lagi di sampaikan di pojok wilayah yang nun jauh di sana. Namun demikian sejatinya pernyataan itu mengandung makna mendalam dan penting sebab mewakili, bahkan secara nasional penanganan penyebaran virus korona yang masih gonjang ganjing. Sisi sederhana dari penanganan secara nasional ini tecermin dari kebijakan pemerintah yang secara nasional mencanangkan New Normal (situasi normal yang baru), dalam menangani virus korona. Kebijakan ini intinya adalah  melonggarkan PSBB yang sudah berlangsung kurang lebih dua bulan.

Dalam bahasa sederhana secara nasional pemerintah sudah kewalahan, dan Lelah menangani virus korona. Kemudin menyerahkan penanganan merebaknya virus korona ini kepada masing masing individu. Perekonomian yang sudah sangat merosot, sementara warga sangat sulit diatur menyebabkan kebijakan penanganan virus korona lebih baik diserahkan kepada individu sebagai cermin dari kelelahan pemerintah mengurus virus korona dimaksud. Soal virus korona diturunkan “derajatnya” menjadi semacam penyakit biasa yang oleh karena tu untuk menjaga juga terserah masing masing.

Kelelahan Tenaga Medis  

Rentetan dari permasalahan ini bisa dirunut Beberapa waktu beselang, misalnya sempat muncul dan viral di media massa tagar “Indonesia Terserah!”. Munculnya tagar ini dipicu pada puncaknya dari adanya kerumunan saat penutupan McD Sarinah hingga adanya keramaian di terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta pada Jumat, 15 Mei 2020 yang lalu. Berikutnya begitu cepat menyebar di seluruh tanah air, karena dipicu oleh berbagai peristiwa yang bersumber pada kebijakan pemerintah yang melonggarkan aturan tentang PSBB. 

Memang bukan hanya kedua peristiwa itu saja, tapi itu seolah bagai puncuk gunung salju. Intinya I merupakan respon dari para petugas medis atas sikap masyarakat yang dinilai cenderung mengabaikan dengan penyebaran wabah virus korona. Masyarakat cenderung menganggap ringan keberadaan virus yang sebenrnya sangat membahayakan ini. Sebagai semacam permakluman, pada satu sisi masyarakat  sudah jenuh ketika mesti berdiam diri di rumah saja. Pada sisi lain solusi yang diambil justru mendatangkan malapetaka yaitu semakin sulitnya virus korona dikendalikan. Tetapi yang disayangkan, pemerintah justru memfasilitasi atau melonggarkan aturan dan pengawasannya. Pada hal harusnya posisi pemerintah sangat sentral menangani dan mengawasi wabah ini.

Ironisnya, pada sisi lain fakta menunjukkan bahwa petugas medis ini masih terus berkutat untuk menangani pandemi virus corona ini, dengan segala duka yang ada. Mereka begitu sekuat tenaga menangani pasien, sampai hanya dapat beristirahat beberapa saat, dan tidak sempat pulang, sekadar menjenguk keluaarga yang juga terancam terekena virus korona. Intinya mencerminkan perjuangan yang begitu berat. Selama ini terpola bahwa kesemuanya itu dilakukan adalah sebagai bentuk dari kewajiban mereka. Masyarakat lupa bahwa namanya kewajiban tentu ada batasnya.

Peringatan Gubernur Kalteng

Sekali lagi, apa yang disampaikan dalam bentuk ultimatum yang ditujukan kepada pejabat khususnya di lingkungan provinsi Kalteng itu sangat mendasar dan mendalam. Makna sejatinya tidak semata untuk warga Kalteng dan pejabat di wilayah Kalteng. Ultimatum itu mewakili kondisi nasional, dengan penekanan bahwa bagaimanapun secara administratif kewajiban untuk menangani penyebaran virus yang masih belum berhenti ini menjadi kewajiban para pejabat daerah.

Kepekaan untuk memerangi dan lebih penting lagi memotivasi rakyat adalah tanggungjawab pejabat. Kejengahan dan kelelahan serta kebosanan untuk melawan virus ini harus disingkirkan, berganti dengan dedikasi penuh tanggungjawab, penuh semangat dan tanpa Lelah. Sebab sebagaimana disampaikan secara nasional, melawan pandemik korona ini sejatinya bukan perang biasa. Melawan virus korona bisa disebut sebagai perang semesta. Pereang dengan musuh yang tidak terlihat, dan karena itu berbagai kalkulasi harus diperhitungkan secara sangat hati hati, cermat dan disadari penuh risiko. Pejabat di daerah adalah motor serta motivator untuk langkah itu semua. Kalau tidak pejabat lalu siapa lagi.

Pejabat di daerah harus sadar betul bahwa wabah ini menjadi musuh bersama, yang harus segara dikalahkan,  bukan hanya domain para tenaga kesehatan belaka. Mereka begitu besungguh sungguh, mengabdikan diri untuk segera musnahnya virus ini. Namun pada sisi lain ternyata sikap masyarakat cenderung menganggap ringan serta membiarkan virus ini berkembang. Terbukti dengan perilaku masyarakat yang sangat sulit diajak mengendalikan diri. Sementara korban dari tenaga kesehatan sendiri sudah sedemikian banyak dan masih terus berguguran.

Oleh karena itu ultimatum Gubernur itu hendaknya tidak semata dimaknai karena kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi di wilayah provnsi. Lebih dari itu secara substansial benar benar menyadarkan kita semua, khususnya para pejabat di wilayah Kabupten/Kota untuk bangkit semangatnya, dalam memerangi merebaknya virus korona secara sungguh sunguh. 

Kekurangsungguhan itu tecermin misalnya dengan tetap tinggi, bahkan cenderung naiknya angka penderita termasuk angka kematian akibat merebaknya virus korona.
Ultimatum itu hendaknya tiak dimaknai sebagai bentuk perintah atau bahkan tekanan terhadap para pejabat. Kiranya hal itu dimaknai sebagai bentuk peringatan agar lebih bersungguh sungguh menangani penyebaran virus koronan ini sebagai penyebaran wabah yang membahayakan seluruh rakyat. Era kenormalan baru (new normal) harusnya dimaknai untuk lebih berhati hati, sebab pengawasan terhadap kesehatan dan merebaknya virus ini harusnya memang ditangani dan dinulai dari diri sendiri. Dimulai dari tiap pribadi.


Tinggalkan Komentar