telusur.co.id - Israel menggempur Jalur Gaza dengan serangan udara selama enam hari berturut-turut seiring meningkatnya kekhawatiran akan bencana kemanusiaan di wilayah yang terblokade total tersebut.
Dikutip Al Jazeera, Israel pada Kamis (12/10/23) mengaku telah menjatuhkan 6.000 bom dengan bobot total 4.000 ton di Gaza dalam enam hari terakhir, dan menewaskan lebih dari 1.400 orang.
Para pejabat di Gaza mengatakan korban gugur termasuk 447 anak-anak, 248 wanita dan 10 petugas kesehatan, sementara pada hari Kamis saja lebih dari 150 orang gugur.
Seluruh lingkungan di Gaza, yang dihuni oleh 2,3 juta orang dan setengah dari mereka adalah anak-anak, hancur dibombardir secara terus-menerus, dan sebanyak 338.000 warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka dan berlindung ke tempat yang dianggap lebih aman.
Di wilayah pendudukan Tepi Barat, jumlah korban gugur juga meningkat menjadi 31 orang sementara lebih dari 600 orang terluka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Di pihak Israel, setidaknya 1.300 orang tewas sejak kelompok bersenjata Palestina Hamas menyerang Israel selatan dan menawan sedikitnya 100 orang pada hari Sabtu (7/10/23).
Israel memblokade Gaza secara total, memutus akses terhadap makanan, air, obat-obatan dan bahan bakar, ketika pasukannya bersiap menghadapi kemungkinan serangan darat.
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA)mengatakan pemboman Israel di Gaza telah meratakan lebih dari 1.000 rumah sejak Sabtu, sementara 560 unit rumah lainnya rusak parah dan tidak dapat dihuni.
OCHA juga mencatat lebih dari 12.600 rumah rusak sedang dan ringan akibat serangan udara Israel.
Disebutkan pula bahwa berkurangnya pasokan air karena Israel memperketat blokadenya di Jalur Gaza telah mengakibatkan krisis air bagi lebih dari 650.000 orang.
Menurut OCHA, sistem pembuangan limbah telah dihancurkan sehingga terjadi pembuangan air limbah yang berbau busuk ke jalan-jalan dan menimbulkan bahaya kesehatan.
Serangan udara Israel telah membuat kuburan di Gaza berbahaya untuk dijangkau sehingga keluarga yang berkabung menguburkan jenazah mereka di kuburan informal yang digali di lahan kosong.
Kelompok HAM menyatakan sistem kesehatan Gaza, yang sudah mencapai batas maksimalnya karena blokade selama 16 tahun, berada di ambang kehancuran total. Satu-satunya pembangkit listrik di daerah kantong tersebut terpaksa ditutup pada hari Rabu setelah kehabisan bahan bakar.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan rumah sakit di Gaza “berisiko berubah menjadi kamar mayat” ketika warga sipil yang terluka parah, termasuk bayi, dilarikan ke bangsal yang penuh sesak, di mana tempat tidur dan persediaan medis hampir habis.
Direktur regional ICRC, Fabrizio Carboni mengatakan, “Gaza kehilangan aliran listrik, rumah sakit juga kehilangan pasokan listrik, sehingga bayi baru lahir di inkubator dan pasien lanjut usia yang membutuhkan oksigen berada dalam risiko.”
OCHA mengatakan seluruh 13 rumah sakit di wilayah tersebut hanya beroperasi sebagian karena kekurangan bahan bakar dan pasokan medis yang sangat penting.
Israel pada hari Kamis (12/10/23) mengatakan tidak akan ada pengecualian kemanusiaan dalam blokadenya di Gaza sampai semua tawanan dibebaskan oleh Hamas.
“Bantuan kemanusiaan ke Gaza? Tidak ada saklar listrik yang akan dicabut, tidak ada hidran air yang akan dibuka dan tidak ada truk bahan bakar yang akan masuk sampai para sandera Israel dipulangkan,” kata Menteri Energi Israel, Israel Katz, dalam sebuah postingan di media sosial. [Tp]