Ini Empat Kebijakan Ekonomi untuk Perkuat Produk Dalam Negeri - Telusur

Ini Empat Kebijakan Ekonomi untuk Perkuat Produk Dalam Negeri

Ilustrasi produk buatan lokal

telusur.co.id - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan, empat kebijakan pemerintah di sektor ekonomi yang bertujuan untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri dan memperkuat daya saing produk lokal. Mencakup kebijakan substitusi impor, hilirisasi sumber daya alam, transformasi digital, hingga kemudahan pembiayaan bagi UMKM.
 
"Kebijakan-kebijakan itulah yang harus ditindaklanjuti dan difollow-up kalangan pelaku usaha dan asosiasi-asosiasi bisnis, termasuk Iwapi," kata MenKopUKM, Teten pada acara Rakernas 2 Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi), di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Banten, ditulis Kamis (24/10/23).

Di depan Ketua Umum Iwapi Nita Yudi dan sekitar 800 peserta Rakernas, Teten menjelaskan, dalam kebijakan substitusi impor, jika Indonesia bisa memproduksi suatu produk kebutuhan domestik, maka tidak perlu lagi diimpor. 

"Bahkan, Presiden telah memberikan afirmasi 40 persen belanja APBN untuk membeli produk-produk dalam negeri dari UMKM," katanya.

Untuk itu, Teten meminta Iwapi memfollow-up kebijakan tersebut melalui LKPP, Kemendag, dan Kementerian Investasi. "Saat ini, investasi bisa dilakukan harus bekerja sama dengan pelaku usaha dalam negeri," ujarnya.

Selain itu, bila investor asing berinvestasi di Indonesia membangun pabrik, produk hasilnya harus memiliki 40 persen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). 
"Intinya, harus diproduksi di dalam negeri dan bermitra dengan pelaku lokal. Di sini, kita mendorong pelaku UMKM masuk ke dalam rantai pasok industri," katanya.

Ia juga menyebutkan, ada program Business Matching yang mempertemukan antara produsen UMKM dengan para buyer.

Terkait hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam berbasis komoditas lokal, Teten menegaskan kebijakan tersebut bukan hanya untuk pelaku usaha besar. Namun, harus juga  melibatkan pelaku UMKM dalam negeri. 

"Kebijakan ini juga melarang ekspor produk tambang mentah, harus diolah di dalam negeri agar meningkatkan nilai tambah dan kualitas lapangan kerja," katanya. 

Untuk kebijakan akses pembiayaan untuk UMKM, harus lebih bagus lagi. Sebab, saat ini, porsi kredit perbankan untuk UMKM baru 21 persen. Bandingkan dengan Thailand dan Malaysia yang sudah di atas 40 persen. Bahkan, di Korea Selatan sudah lebih dari 80 persen.

"Kita sudah membahas kredit UMKM tidak lagi mengacu pada agunan aset, melainkan credit scoring," ucapnya.

Sementara dalam kebijakan transformasi digital, Teten menyebutkan ada empat hal yang diatur. Pertama, pengaturan terkait platform untuk bisnis. Kedua, pengaturan arus impor barang consumer goods. 

"Yang ketiga adalah mengatur sistem perdagangannya," ungkapnya. Terakhir, yang tidak kalah pentingnya juga perlu peningkatan daya saing produk UMKM dalam negeri. 

Teten mengakui, untuk menerapkan hal itu, Indonesia mesti belajar dari kebijakan yang dilakukan China. 
"Benchmark kita ke China. Karena, keberadaan platform digital itu bisa merupakan peluang, bisa juga ancaman. Bila kita menguasai teknologi, bisa mengkoloni sebuah negara," kata dia.

China, kemudian memperkuat platform ekonomi digitalnya agar tidak bisa ditembus platform luar. 
"Google tidak bisa masuk dan China menciptakan Baidu sebagai search engine mereka, dan berbagai upaya lain. Sekarang, TikTok yang buatan China itu sudah menguasai seluruh negara di dunia," kata Teten.

Bahkan, ada platform baru di China yang terhubung dengan 25 pabrik di negeri itu. Produknya bisa langsung datang ke konsumen, tanpa melalui distributor, reseller, dan sebagainya. 

"Kita memang tidak menguasai teknologinya, tapi kita memiliki kedaulatan negeri. Ini yang harus kita protect," ucapnya.[Fhr]


Tinggalkan Komentar