Indra Kenz Dituntut 15 Tahun Bui, Korban Binomo: Kami Sangat Puas - Telusur

Indra Kenz Dituntut 15 Tahun Bui, Korban Binomo: Kami Sangat Puas

Ekpresi Indra Kenz saat mendengar tuntutan 15 tahun bui. Foto: Kompas

telusur.co.id - Para korban kasus investasi bodong binary option Binomo merasa puas dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Tangerang, terhadap terdakwa Indra Kesuma alias Indra Kenz.

Hal ini disampaikan kuasa hukum korban investasi bodong binary option Binomo, Finsensius Mendrofa, usai menyaksikan langsung sidang tuntutan terdakwa Indra Kenz, Rabu (5/10/22) malam.

"Kami telah mendengar sendiri poin-poin tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Kami sangat apresiasi karena telah mengakomodir nilai-nilai keadilan dan keberpihakkan kepada keadilan korban," kata Finsensius, dalam persnya kepada telusur.co.id, Kamis (6/10/22).

JPU menuntut Indra Kenz dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Selain itu, JPU meminta hakim menjatuhkan pidana kepada Indra Kenz penjara selama 15 tahun, dikurangi masa penangkapan dan penjara yang sudah dijalani. 

JPU juga meminta Majelis Hakim dalam putusannya terhadap aset sitaan kejahatan terdakwa dikembalikan kepada korban 144 orang dengan total kerugian Rp83 Miliar lebih melalui Paguyuban Perkumpulan Trader Indonesia Bersatu.  

"Menurut kami, JPU telah mengakomodir permohonan penggabungan ganti rugi yang kami ajukan termasuk paguyuban yang sah dan berbadan hukum untuk mengurus pemberesan aset sitaan terdakwa untuk dikembalikan kepada korban," kata Finsensius. 

Para korban Binomo berharap majelis Hakim dalam putusannya nanti minimal sesuai dengan tuntutan JPU dan aset sitaan dikembalikan kepada korban melalui paguyuban. 

"Kami yakin Hakim berpihak pada keadilan korban dan Kami yakin putusan hakim nantinya sesuai tuntutan jaksa," ujarnya. 

Jika putusan hakim sesuai tuntutan JPU, lanjut Finsensius, maka akan menjadi babak baru penegakkan hukum di Indonesia yang sangat bersejarah dengan aset sitaan dikembalikan kepada korban. 

"Kami selaku kuasa hukum sudah menyiapkan hal ini sejak awal untuk mengantisipasi tidak terjadi lagi putusan yang tidak adil bagi korban seperti putusan terhadap kasus First Travel, Pandawa, dan lain-lain, yang aset sitaan dikuasai oleh negara," tukas Finsensius.[Fhr


Tinggalkan Komentar