telusur.co.id - Anggota Komisi I DPR, Sukamta menilai, persoalan di Papua dan Papuat Barat harus diselesaikan secara menyeluruh oleh pemerintah.
Menurutnya dalam menangani permasalahan Papua yang berlarut-larut perlu dengan pendekatan yang komprehensif.
Hal tersebut merespons deklarasi Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda yang menyebut telah membentuk ‘Pemerintahan Sementara’ di Papua, Selasa (1/12/20) kemarin.
"Jangan anggap remeh perkembangan ini, kita tidak ingin Papua berakhir seperti Timor-Timur. Masih terus terjadi penembakan dan serangan kepada aparat dan masyarakat sipil, menunjukkan situasi di Papua belum stabil," kata Sukamta di Jakarta, Rabu (2/12/20).
Sukamta mengatakan, penanganan terhadap masalah Papua yang selama ini dilakukan, harus dikoreksi secara sistematis baik di tingkat pemerintah pusat ataupun di daerh.
Sukamta mengutip hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang menyebut masih ada 4 akar masalah yang hingga saat ini masih dijumpai di Papua:
Diskriminasi dan rasialisme, pembangunan di Papua yang belum mengangkat kesejahteraan, pelanggaran HAM serta soal status dan sejarah politik Papua.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menilai, otonomi khusus sudah berjalan hampir 20 tahun tetapi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua masih tertinggal dari daerah lain, padahal sudah puluhan triliun anggaran disalurkan.
"Belum lama ini muncul pemberitaan soal perusahaan sawit yang mengelola puluhan ribu hektar lahan yang berdampak hilangnya hak ulayat warga Papua. Ini menunjukkan tanah Papua selama ini hanya jadi lahan eksploitasi, pembangunan belum tuntas memanusiakan manusia."
Ia meminta pemerintah segera menyatukan berbagai desk Papua di berbagai kementerian dalam satu koordinasi dibawah Presiden secara langsung.
Hal ini perlu supaya koordinasi penanganan Papua bisa dilakukan secara lebih komprehensif dan rakyat Papua betul-betul merasakan pembangunan bukan hanya segelintir orang yang menjadi pejabat atau pendatang.
"Saat ini yang masih menonjol pendekatan keamanan. Ini penting, tetapi soal kemanusiaan, pendidikan, kesehatan dan penumbuhan ekonomi rakyat juga tidak kalah penting. Pelibatan warga Papua dalam proses ini juga mutlak dilakukan. Saya yakin mayoritas warga Papua tetap ingin bersama NKRI. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah sungguh-sungguh mengatasi akar masalah yang ada, ini yang akan pengaruhi masa depan Papua," tukasnya.
Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda mengumumkan, sejak 1 Desember 2020, pihaknya menyatakan pembentukan Pemerintah Sementara West Papua (menyangkut Papua dan Papua Barat). Pengumuman itu menandai intensifikasi perjuangan melawan penjajahan Indonesia di wilayah Papua yang berlangsung sejak tahun 1963.
"Kami siap untuk mengambil alih wilayah kami, dan kami tidak akan lagi tunduk pada aturan militer ilegal Jakarta. Mulai hari ini, 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami,” ujar Wenda dalam keterangan tertulis di laman resmi ULMWP.
Pemerintah Sementara ini menyatakan kehadiran negara Indonesia di Papua Barat adalah ilegal. Mereka menolak hukum apapun, pengenaan apapun oleh Jakarta, dan tidak akan mematuhinya.
Wenda dan jajarannya menolak perpanjangan Otsus Papua, bersama dengan para pemimpin gereja Protestan dan Katolik, kelompok masyarakat, dan 102 organisasi yang mendukung petisi massa menentang pembaruannya.
Menurut dia, Pemerintah Sementara ini memiliki konstitusi, hukum, dan pemerintahan sendiri sekarang. Maka saatnya negara Indonesia angkat kaki.
Ada tiga hal jadi dasar gerakan, seperti Pemerintahan Sementara dibentuk untuk mencapai referendum dan Papua Barat merdeka; Republik Papua Barat masa depan akan menjadi ‘negara hijau’ pertama di dunia; dan kerusuhan selama berbulan-bulan telah memperkuat tuntutan untuk kemerdekaan.
Selanjutnya, Konstitusi Sementara yang baru memusatkan perlindungan lingkungan, keadilan sosial, kesetaraan gender dan kebebasan beragama, serta melindungi hak-hak para migran Indonesia yang tinggal di Papua Barat.
"Konstitusi menetapkan struktur pemerintahan, termasuk pembentukan kongres, senat, dan cabang yudisial,” kata Wenda yang juga menjadi Presiden Pemerintahan Sementara Papua Barat.
Lalu, pemerintahan baru yang sedang menunggu bertujuan memobilisasi rakyat Papua Barat untuk mencapai referendum kemerdekaan, setelah itu akan mengambil kendali wilayah dan menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis.
"Represi Indonesia saat ini membuat pemilu menjadi tidak mungkin,” sambung Wenda.[Fhr]