APPKSI: Cabut Biaya Ekspor CPO agar Indonesia Selamat dari Krisis Global - Telusur

APPKSI: Cabut Biaya Ekspor CPO agar Indonesia Selamat dari Krisis Global

Ilustrasi sawit (Ist)

telusur.co.id - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) mengapresiasi terbitnya PMK Nomor 155/2022. Dalam Permen tersebut, Menteri Keuangan menyetujui penghapusan Pungutan Ekspor (PE) sampai batas waktu yang ditentukan oleh pemerintah.

Ketua Dewan Pembina APPKSI Arief Poyuono, mengatakan, pungutan ekspor CPO dihapus masih belum bisa menaikan harga TBS (tandan buah segar) yang signifikan, akibat larangan ekspor CPO yang pernah terjadi stok CPO masih melimpah di tangki PKS, dan harga CPO juga turun.

Hari ini CPO diperdagangkan di posisi MYR 3.735/ton atau melesat 4,1%. Namun, posisi tersebut menjadi posisi terendah sejak 2 Juli 2021 apalagi dibandingkan sebelum ekspor CPO di larang dimana harga CPO diatas MYR 6.000/ton 

"Harga TBS sulit naik karena Bea keluar ekspor CPO masih sangat tinggi yaitu bea keluar mencapai US$ 288/ton artinya bea ekspor akan tetap membebani harga TBS petani nantinya," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/7/22).

Kata Arief, APPKSI berharap bea keluar CPO harus dihapus atau dikurangi hingga di kisaran 50 USD saja, agar harga TBS bisa mencapai harga normal kembali. Apalagi dalam menghadapi krisis Global Indonesia membutuhkan ekspor yang kuat untuk mendapatkan devisa negara.

Apalagi menurut BPS, minyak kelapa sawit merupakan komoditas terbesar yang menopang surplus perdagangan Indonesia pada Juni 2022.

"Minyak kelapa sawit menyumbang 54 persen terhadap surplus neraca perdagangan Juni 2022," ujarnya. 

Menurut dia, saat ini harga CPO diprediksi bakal anjlok dalam akibat ketakutan pasar global terhadap resesi yang mengancam ekonomi Amerika Serikat (AS). Bahkan, ketakutan pasar tersebut diprediksi lebih kuat dari dampak tensi geopolitik di Ukraina.

"Dipicu menularnya ketakutan pasar global terhadap resesi yang mengancam ekonomi Amerika Serikat (AS). Bahkan, ketakutan pasar tersebut diprediksi lebih kuat dari dampak tensi geopolitik di Ukraina," tutupnya. (Tp)


Tinggalkan Komentar