telusur.co.id - Dinamika politik yang berkembang di internal Partai Demokrat (PD), terkait dengan penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) PD di Deliserdang telah membawa PD berada dalam "Perselisihan Partai Poltik" karena telah lahir "Dualisme Kepengurusan" dari Partai Politik yang sama, yang oleh UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, tidak diakui keberadaannya.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus menyatakan, guna mengatasi problem organisatoris dan yuridis di dalam Partai Politik, UU Partai Politik menyediakan 2 (dua) instrumen penting yang wajib dimiliki oleh setiap Partai Politik yaitu instrumen "Mahkamah Partai Politik", dan instrumen "Forum Tertinggi Pengambilan Keputusan Partai Politik" yang disebut Kongres atau Konres Luar Biasa, Munas atau Munaslub atau Muktamar atau Muktamar Luar Biasa.
Apa yang terjadi dengan ketidakpuasan sejumlah kader atas managemen PD yang berujung dengan pemecatan dari keanggotaan dan kepengurusan PD, seharusnya diselesaikan melalui saluran Mahkamah Partai Politik PD, dan jika tidak tercapai penyelesaian, baru permasalahnya dibawa ke ranah hukum yaitu gugatan ke Pengadilan Negeri, dan bukan membawa permasalahan ke KLB.
"Jika Mahkamah Partai tidak berhasil menyelesaikan, maka permasalahannya dibawa ke Pengadilan Negeri untuk menyelesaikannya, " ulasnya.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik membuat kualifikasi/kategori Perselisihan Partai Politik ke dalam 6 (enam) isu penting yaitu : a. Perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; b. Pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik; c. Pemecatan tanpa alasan yang jelas; d. Penyalahgunaan kewenangan; e. Pertanggungjawaban keuangan; dan f. Keberatan terhadap keputusan Partai Politik.
Di lain sisi, Kongres atau KLB merupakan "Forum Tertinggi Pengambilan Keputusan Partai Politik" sebagai manifestasi kedaulatan anggota Partai Politik yang oleh AD-ART, diberi wewenang secara limitatif hanya pada isu-isu strategis, seperti : a. Mengubah dan mengesahkan AD dan ART Partai Politik; b. Memilih atau mengganti Ketua Umum Partai Politik; c. Merubah nama dan/atau Lambang Partai Politik; dan d. Hal-hal strategis dan mendesak lainnya.
"Pertanyannya adalah, apa urgensinya sehingga para mantan kader dan pengurus PD menyelenggarakan KLB dan menarik Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko, selaku KSP sebagai pihak eksternal masuk ke dalam KLB dan memilihnya menjadi Ketua Umum PD; dan apakah pada saat ini PD berada dalam kevacuman jabatan Ketua Umum Partai, sehingga memerlukan pengisian jabatan Ketua Umum PD melalui KLB, ' paparnya.
Penggunaan instrumen KLB dan melahirkan Moeldoko sebagai Ketua Umum, tidak memiliki legitimasi apapun. Artinya KLB ini tidak lebih dari hanya upaya untuk membongkar sistem dinasti SBY, jika demikian sepenting apakah Moledoko bagi PD dalam perubahan di internal PD.
Ini yang harus dijelaskan ke publik, jika tidak ingin dicap KLB ini merupakan kudeta terselubung yang gagal, karena jabatan Ketua Umum PD pada AHY bersama seluruh jajarannya di DPP PD tidak tergantikan oleh sebuah putusan Mahkamah Partai Politik, dan Organ PD lainnya yang berwenang, sehingga alasan KLB secara mekanisme menjadi lemah.
Menurut Advokat PERADI ini, penyakit kronis yang melanda hampir semua Partai Politik di Indonesia adalah suburnya budaya feodal, budaya oligarki, budaya dinasti dan budaya uang yang menempatkan Ketua Umum Partai sebagai pemilik Partai Politik, sehingga para kader hanya boleh mengabdi kepada tuannya yaitu Ketua Umum. Kondisi ini menjadi puncak gunung es dan akan berpotensi melahirkan Perselisihan Partai Politik, yang tidak bisa diselesaikan dengan mekanisme AD-ART Partai.
Akumulasi berbagai persoalan kelompok status quo di internal PD, menjadi "puncak gunung es", sehingga para kader terpaksa mencari jalannya sendiri melalui KLB.
Karena ada urgensi dan tanggung jawab moral untuk melakukan perubahan demi memperkuat pelaksanaan demokrasi dan sistem kepartaian yang efektif, yang tidak dapat lagi diatasi secara mekanis dengan AD-ART, maka KLB menjadi opsi minimal untuk memberikan koreksi bahwa ada yang salah dalam managemen PD.
"KLB PD bukan saja menjadi preseden buruk karena mencoreng wajah demokrasi di negara kita, tetapi juga sebagai "lampu kuning" yang memberi peringatan bagi Partai Politik yang membangun feodalisme dan oligarki demi mempertahankan dinasti politik dan budaya uang yang menjadi racun bagi banyak kader di Partai Politik, " pungkasnya.(fir)