Urgensi Perlindungan Hak Ulayat Masyarakat Adat Di Daerah Perbatasan Negara - Telusur

Urgensi Perlindungan Hak Ulayat Masyarakat Adat Di Daerah Perbatasan Negara

Webinar Bertemakan PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT (IST)

telusur.co.id -  Keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia merupakan sebuah hal keniscayaan yang tidak terbantahkan. Van Vollenhoven dalam penelitian pustakanya pernah menyatakan bahwa masyarakat-masyarakat asli yang hidup di Indonesia, sejak ratusan tahun sebelum kedatangan bangsa Belanda, telah/memiliki dan hidup dalam tata hukumnya sendiri. Tata hukum masyarakat asli tersebut dikenal dengan sebutan hukum adat.

Isu pembangunan kawasan perbatasan saat ini memang telah menjadi salah satu isu yang cukup penting pada level nasional, sehingga masuk menjadi salah satu agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan dan keamanan nasional serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.

Pada webinar yang bertemakan tentang “PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT” yang diselenggarakan kerja sama antara Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) dengan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, Dr. Marthen Salinding, SH, MH mengatakan bahwa “Di Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Utara terdapat komunitas-komunitas dari etnis dari sub etnis Dayak Kenyah, Dayak Kayan, Dayak Lundayeh, Dayak Punan, Dayak Tinggalan, Dayak Agabaq, Tidung dan beberapa suku etnis Dayak lainnya, Di wilayah-wilayah adat yang terkait langsung maupun yang berada di sekitar Kawasan Perbataan terdapat konsesi: HTI, Perkebunan, dan pertambangan. Umumnya ijin-ijin investasi ini tanpa persetujuan  dari Masyarakat Adat, sehingga pada dasarnya masih berstatus konflik”

Lebih Lanjut, Dr. Marthen Salinding menegaskan “Ketiadaan pengakuan hak atas wilayah adat akan melahirkan ketimpangan penguasaan sumberdaya, ketimpangan alat produksi. Sehingga rentan menghasilkan kemiskinan bagi masyarakat Adat. Seringkali asumsi pembangunan untuk menciptakan “lapangan kerja” tidak terbukti. Dalam banyak kasus justeru “menghilangkan” pekerjaan Masyarakat Adat”

Sementara itu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, Prof. Dr. MG. Endang Sumiarni, SH, MHum mengatakan, “Pembangunan Wilayah Perbatasan adalah pengembangan, pemberdayaan dan peningkatan pelayanan dasar di bidang kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan umum serta fasilitasi pemberdayaan ekonomi masyarakat secara terpadu”. Lebih Lanjut juga ditegaskan “HAK ULAYAT MHA di Wilayah Perbatasan perlu mendapatkan perhatian khusus karena beberapa kecenderungan yang terjadi di daerah perbatasan, dalam hal pertumbuhan dan perkembangannya yaitu Pertumbuhan daerah perbatasan cenderung lambat, dan  serta Daerah perbatasan cenderung kurang mampu berkembang secara optimal karena keterbatasan lahan pada umumnya marginal, jauh dari pusat kegiatan, dan  dan investaasi dan intervensi dari luar sangat terbatas”

Prof. Endang Sumiarni juga menegaskan ”untuk pembangunan wilayah perbatasan diperlukan PEMETAAN SUKU-SUKU YANG BERADA DI WILAYAH PERBATASAN, PENELITIAN EKSISTENSI MHA, PENDAMPINGAN PENETAPAN MHA serta PENELITIAN untuk menemu-kenali faktor-factor penyebab lambatnya pertumbuhan daerah perbatasan dalam berbagai aspek kewilayahan”. Beberapa aspek penting yang perlu dikaji lebih lanjut diantaranya Karakteristik potensi wilayah (terutama potensi fisik wilayah),  Kondisi sosial-ekonomi serta sosial-budaya penduduk setempat, Jenis, ketersediaan, dan daya layan dari berbagai macam prasarana dan sarana pelayanan penduduk; serta Kebijaksanaan pembangunan daerah perbatasan dan perumusan strategi pengembangan yang tepat secara umum dan lokalita.

Sementara itu pembicara lainnya yaitu Prof. Dr. Dr.  Rr. Catharina Dewi Wulansari, Ph.D SH.MH.SE.MM yang merupakan Guru besar Sekolah Universitas Katolik Parahyangan dan Sekolah Tinggi Intelijen Negara mengatakan, “Kawasan perbatasan Merupakan Kawasan Yang Memiliki Lebih Banyak

Problems Dari Pada Kawasan Lain. Hal Ini Akan Berdampak Kepada Masyarakat Di KawasanTersebut”

Prof. Catharina Dewi juga menegaskan, “Pemerintah perlu melakukan upaya pengembangan kawasan perbatasan dengan Percepatan Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Di Kawasan Perbatasan Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Daya Saing Nasional, Pemerataan Hasil Pembangunan Serta Mengurangi Disparitas, Khususnya Di Wilayah 3T (Terdepan, Terluar Dan Tertinggal)”. Selanjutna ditegaskan pula, “bagi masyarakat hukum adat sangat diperlukan pilar perlindungan hukum yang dapat memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum”. 

Pada webinar kali ini menampilkan pembicara Prof. Dr. MG. Endang Sumiarni, SH, MHum, Prof. Dr. Dr.  Rr. Catharina Dewi Wulansari, Ph.D SH.MH.SE.MM dan Dr. Marthen Salinding, SH, MH.(Fie) 

 


Tinggalkan Komentar