telusur.co.id - Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menyampaikan permohonan maaf DPP PPP Terkait dengan viralnya pemberitaan di sejumlah media atas pernyataan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa dalam pidatonya di KPK RI yang dinilai merendahkan martabat atau menghina para kyai.
"Kami memohon maaf yang setulus-tulusnya kepada para Kyai dan berjanji bahwa jajaran PPP lebih berhati-hati atau ikhtiyat dalam berucap dan bertindak kedepan agar tidak terulang lagi...", ujar Arsul dalam keterangan yang diterima wartawan, Kamis (18/8/22).
Lebih lanjut, Arsul mengakui meskipun dalam pidatonya ketika acara pendidikan politik cerdas bebas korupsi di KPK, Suharso Monoarfa tidak bermaksud untuk merendahkan atau menghina kyai, namun apa yang disampaikan oleh Ketum PPP tentang hadiah atau pemberian kepada Kyai itu membuka ruang untuk ditafsirkan sebagai merendahkan para Kyai.
"Ini menjadi pembelajaran bagi kami semuanya untuk lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di ruang publik. Tidak boleh lagi 'terpeleset' atau 'slip of tounge' menyampaikan sesuatu yang berpotensi menimbulkan kontroversi, resistensi atau kesalahpahaman di ruang publik," ungkap Wakil Ketua MPR RI itu.
Selanjutanya, tambah Arsul, PPP selain meminta maaf, juga memohon doa dan nasehat para alim ulama dan kyai agar lebih istiqomah dalam memperjuangkan ajarân Islam dan melakukan amar ma'ruf nahi munkar di bidang politik sesuai dengan tugas partai politik.
"Ke depan memperjuangkan kebijakan dan legislasi yang tidak melanggar atau merugikan ajaran Islam akan makin berat, karena itu partai Islam seperti PPP perlu tetap eksis," tandas Arsul.
Sebelumnya, pada kegiatan pembekalan antikorupsi KPK kepada para pengurus PPP, Suharso Monoarfa mendapatkan kesempatan untuk memberikan sambutan.
Awalnya, Suharso menceritakan pengalaman pribadinya saat berkunjung ke pondok pesantren besar untuk meminta doa dari beberapa kiai, yang menurutnya juga kiai besar.
"Waktu saya Plt. Ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi. Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Ya, saya minta didoain kemudian saya jalan. Tak lama kemudian, saya dapat pesan di WhatsApp, 'Pak Plt, tadi ninggalin apa gak untuk kiai?'" ungkap Suharso.
Suharso yang merasa tidak meninggalkan sesuatu di sana sempat menduga ada barang cucunya yang tertinggal di pesantren tersebut. Kata orang yang mengirim pesan ke dirinya menyebutkan bukan barang yang tertinggal.
Namun, setelah dijelaskan harus ada pemberian untuk kiai dan pesantren, kata Suharso, dia sempat menyebutkan tidak membawa sarung, peci, Alquran atau lainnya.
"Kayak gak ngerti aja Pak Harso ini, gitu Pak Guru. I've provited one, every week. Dan setiap ketemu 'Pak, ndak bisa Pak'. Dan bahkan sampai saat ini, kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya itu, gak ada amplopnya Pak, itu pulangnya itu, sesuatu yang hambar," ujarnya. [Tp]