telusur.co.id - Sejumlah aset eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) diduga telah berpindah tangan. Bahkan sejumlah aset ditengarai telah dijual oleh para mafia tanah.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila Prof. Agus Surono menyoroti soal hukuman korupsi di Indonesia yang masih konvensional. Menurutnya, hukuman penjara yang mengancam koruptor tidak membuat efek jera.
"Hukum pidana mati, pidana penjara, tak menimbulkan efek jera. Tren hukum (bagi koruptor) kita harus mengarah ke pengembalian aset, kita rubah mindset harus kita dukung dalam perubahan KUHP," ujar Agus dalam Diskusi Jakarta Journalist Center dengan tema 'Menyoal pindah tangan aset BLBI, Siapa mafia tanah?', Jumat (24/12/21).
Terkait aset BLBI, Agus mengapresiasi adanya Satgas BLBI yang dibentuk melalui Keppres No.6 tahun 2021. Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar aset tersebut dapat dikembalikan ke negara seluruhnya.
"Kami meminta dan siap mengawal kalau soal aset BLBI yang dipindahtangankan. Karena banyak aset BLBI yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi," katanya.
Menurut Agus, harus ada Undang-undang yang mengatur soal perampasan aset tindak pidana, serta bagaimana cara memanfaatkan aset tersebut. Hal ini mendesak bila bicara soal mafia tanah.
"Artinya kalau kita serius, bagaimana cara mengembalikan aset korupsi, atau aset yang sudah dialihkan oleh mafia tanah ke negara. Ini harus dipikirkan serius oleh DPR," katanya.
Agus berharap, pemerintah dan DPR dapat segera memasukkan RUU Perampasan Aset Pidana ke prolegnas. Dengan adanya Undang-undang tersebut, dia optimis maka pengelolaan aset rampasan korupsi akan menjadi jelas, karena ada payung hukum.
"Jadi jika ada yang korupsi misal Rp 1 miliar, kita kenakan pidana denda tiga sampai empat kali lipat. Kalau ini bisa dilakukan akan timbul efek jera. Dengan adanya payung hukum berupa Undang-undang itu jadi solusi kita," jelasnya.
Hal senada diaminkan, Guru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita. Dia menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana mendesak untuk segera disahkan.
UU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi payung hukum dalam upaya aparat penegak hukum mengembalikan aset negara yang dikorupsi. Salah satu di antaranya adalah kerugian negara di Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Ini kasus BLBI merupakan pengalaman buruk. Mengubah strategi penegakan hukum pencegahan, pemulihan aset baru penindakan. Harus diubah mindset-nya," katanya. (Ts)