telusur.co.id - Terorisme masih menjadi momok besar yang menghantui Indonesia. Sejumlah organisasi terorisme juga masih berkeliaran dan melancarkan aksi teror.
Direktur Eksekutif Jaringan Eksekutif Moderat Indonesia, Islah Bahrawi menjelaskan, ada dua hal yang menjadi tulang punggung kehidupan jaringan teroris. Pertama yakni rekrutmen, dan yang kedua soal pendanaan.
Terorisme saat ini menggunakan sejumlah cara agar pendanaan organisasinya tidak terlacak. Bahkan mereka menggunakan jalur digital ilegal, guna menghindari pelacakan.
"Untuk pendanaan dan pengadaan logistik mereka gunakan jalur digital. Mereka mulai menggunakan dari dark web dan deep web serta belanja dengan bitcoin," ujar Islah dalam diskusi yang digelar Jakarta Journalist Center (JCC) dengan tema 'Menyoal Donatur Terorisme', Rabu (25/5/22).
Menurut Islah, Densus 88 seharusnya dapat melakukan pemetaan terbalik dari para pelaku terorisme. Misalnya ada organisasi terorisme yang melakukan pelatihan, bisa dilacak sumber pendanaannya berasal dari mana.
"Pendanaan ini juga tidak selamanya melalui jalur donasi, tapi ada juga dari infak internal. Anggota mereka mengumpulkan iuran untuk menghidupi organisasinya," jelasnya.
Lebih jauh Islah juga tidak percaya jika terorisme lahir karena adanya faktor ekonomi. Pasalnya, ia menemukan fakta jika para petinggi organisasi teroris mendapat gaji.
"Seperti di Jamaah Islamiyah ada yang mengumpulkan donasi Rp 10 ribu hingga jutaan rupiah dari setiap anggotanya. Bahkan ada pengurus JI yang digaji, dewan syuronya dapat gaji. Densus kan bisa lakukan tracing darimana uangnya," ucapnya.
Dalam diskusi ini turut hadir Koordinator Kelompok Kehumasan PPATK, Natsir Kongah, dan Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqutni. (Ts)