telusur.co.id - Cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra menilai, sikap Presiden Joko Widodo di tengah polemik wacana penundaan Pemilu 2024, tidak jelas alias masih normatif. Pangkalnya, pernyataan Jokowi 'taat, tunduk dan patuh pada konstitusi', tidak mencerminkan ketegasannya terhadap sejumlah partai politik yang menggulirkan penundaan Pemilu 2024.
"Pernyataan Presiden Jokowi (Kompas 5/3/2022) bahwa ia ‘taat, tunduk dan patuh pada konstitusi” masih normatif; Tidak cukup tegas menjawab kegaduhan politik 3 parpol yang mengusulkan penundaan Pemilu 14 Februari 2024," kata Azyumardi lewat akun tiwtternya @Prof_Azyumardi, Sabtu (5/3/22).
Guru Besar UIN Syarief Hidayatullah ini bahkan menilai, pernyataan Jokowi tidak secara eksplisit menolak penundaan Pemilu 2024, dan perpanjangan masa jabatan Presiden.
"Presiden Jokowi tidak eksplisit dan tegas menyatakan 'menolak penundaan Pemilu 2024, perpanjangan masa jabatan Presiden dan amandemen UUD 1945'," ujarnya.
Presiden Jokowi, sebelumnya, mengajak seluruh pihak, termasuk dirinya untuk tunduk, taat, dan patuh pada konstitusi.
“Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi,” kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (4/3/22), dikutip dari Kompas.id edisi Sabtu 5 Maret.
Kendati demikian, Jokowi menegaskan, wacana menunda pemilu tidak bisa dilarang karena hal itu merupakan bagian dari demokrasi. Namun, ia menegaskan, pelaksanaan atas wacana tersebut harus tunduk pada aturan yang tertuang dalam konstitusi.
“Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan (masa jabatan presiden), menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas saja berpendapat,” ucapnya.
“Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi,” kata Jokowi.[Fhr]