telusur.co.id - Majunya putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Solo dan menantu Jokowi Bobby Nasution di Pilkada Medan dinilai sebagai bagian dari dinasti politik yang makin kuat.
Hal itu dikatakan pengamat politik Jerry Sumampouw saat ditemui di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (23/12/19).
"Ya kalo menurut saya ini bagian dari dinasti politik yang makin kuat. Kalau ada yang bilang ini bukan dinasti politik kan aneh aja. Lalu apa yang dimaksud dengan dinasti politik," kata Jerry.
Memang, kata dia, dalam demokrasi atau dalam pemilu dinasti politik itu biasa, tetapi tidak bisa sebebas-bebasnya. Harus ada batasan-batasan moral yang mungkin memang tidak tertulis etis moralnya.
Jerry lalu mengambil contoh Amerika Serikat (AS). Di AS, kata Jerry, ada dinasti Kennedy, dinasti Bush. Tapi tidak saat Presiden Bush berkuasa, anaknya dijadikan pemimpin setelahnya atau didistribusikan supaya anaknya itu menjadi pemimpin di daerah.
"Gak begitu polanya. Jadi dia (Bush Junior) muncul secara genuine. Anaknya (Bush Senior) ada jeda 10 tahun baru muncul. Jadi dia melakukan kerja-kerja politik untuk branding tentang dirinya juga, artinya untuk dapat positioning di tingkat masyarakat sendiri, bukan nebeng dari bapaknya atau dari keluarganya," terangnya.
"Kennedy juga begitu, Kennedy kan sudah lama, baru muncul lagi dan kemudian juga tidak berhasil," tambah Koordinator Komite Pemilh Indonesia (TePi) itu.
Kalau yang ada di Indonesia sekarang, kata dia, itu nebeng langsung, aji mumpung. Padahal menurut dia, Indonesia punya problem serius tentang negara demokrasi.
"Kalau orang-orang karbitan dari politik dinasti ini yang memerintah, memang kita jadi sulit berharap terhadap masa depan demokrasi kita, ya akan begini-begini terus," terangnya.
"Apa juga misalnya kepentingan seorang Bobby yang masih sangat muda, seorang Gibran yang masih sangat muda untuk tampil menjadi kepala daerah sekarang? 10 tahun lagi dia bisa tuh, gitu loh," bebernya.
Tapi, kata dia, kalau 10 tahun lagi sudah beda situasinya. Nah inilah, jelas Jerry, yang mau dimanfaatkan.
Yang jadi persoalan, lanjut dia, pemilih di Indonesia adalah pemilih yang terhegemoni. Karena yang diwacanakan terus adalah Gibran dan Bobby. Begitupun juga media yang tanpa disadari ikut terhegemoni. Karena memang nilai beritanya tinggi.
"Media akan ikut pemberitaan seperti itu. Sehingga apa, pemilih terkondisi secara tidak sengaja, secara tidak langsung untuk ngomongin tentang Gibran terus, yang mungkin awalnya elektabilitas atau popularitasnya gak terlalu kuat, tapi diomongin terus, jadi naik dia," terang dia.
"Kan ngurus kota Solo ini ga bisa sama dengan ngurus bisnis martabak gitu loh. Kita bukan mengatakan bahwa yang muda ga mampu ya, tapi menurut saya yang begini-begini itu harus kita beri perhatian, tidak boleh terlalu gampang," imbuhnya. [Tp]