telusur.co.id - Keputusan menyerahkan harga minyak goreng kemasan kepada mekanisme pasar, sama saja pemerintah lepas tangan dalam mengurusi persoalan yang dihadapi masyarakat. Sangat disayangkan, Indonesia yang kaya sumber daya alam (SDA) malah mengalami kelangkaan migor. Harga CPO dunia tinggi tapi tidak menjadi berkah justru menuai musibah.
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menjelaskan, dibanding Malaysia, harga migor di Indonesia sangat tinggi. Di Malaysia, harga migor subsisidi dijual Rp.8.500 per kg dan migor non subsidi Rp. 19 ribu per kg.
Sementara di Indonesia berdasarkan kebijakan baru tanggal 16 Maret 2022, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng (migor) curah menjadi sebesar Rp. 14 ribu per liter, naik dari sebelumnya Rp. 11.500 per liter. Sementara harga migor kemasan dilepas melalui mekanisme pasar yang harganya sekarang menjadi sekitar Rp 28 ribu/liter
“Seharusnya harga migor di Indonesia sama atau mendekati harga migor di negeri jiran itu. Pasalnya kita sama-sama produsen CPO utama dunia. Bahkan Indonesia, dibanding Malaysia, memiliki lahan kelapa sawit yang luas dan masih dapat ditingkatkan," kata Mulyanto, kepada wartawan, Senin (21/3/22).
Mulyanto menilai, dengan kenaikan harga CPO dunia yang tinggi imbas perang Rusia-Ukraina, seharusnya Indonesia sebagai negara eksportir CPO dan turunannya mendapatkan berkah, bukan sebaliknya menuai musibah dengan kisruh kemahalan dan kelangkaan migor. Bahkan menimbulkan beberapa korban jiwa saat antrian panjang.
Mulyanto meminta pemerintah mau bersikap adil. Pemerintah sebaiknya membuat kebijakan yang menguntungkan rakyat. Bukan hanya menguntungkan beberapa gelintir pengusaha.
“Ini kan soal 'managing the nation'. Bagaimana kita mengelola negara, menjalankan amanat konstitusi, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan membangun kesejahteraan umum," ungkapnya.
Negara, lanjut Mulyanto, tidak boleh lepas tangan dengan dalih menyerahkannya pada mekanisme pasar. Baik harga migor dalam negeri maupun terhadap durian runtuh windfall profit yang diterima eksportir dari lonjakan harga CPO dunia.
Pemerintah perlu peningkatan pajak ekspor CPO dan turunannya yang bersifat progresif sebanding dengan peningkatan harga CPO internasional. Negara harus hadir mengatur dengan menarik pajak dari si kaya untuk meringankan beban si miskin.
“Ini kan soal kantong kiri dan kantong kanan kas negara. Kalau ada political will, konsistensi dan ketegasan, semestinya kita bisa mengelola tata niaga komoditas migor ini agar tersedia di pasar dan dengan harga yang terjangkau masyarakat,” tukasnya.
Diketahui, pasar ekspor Indonesia tahun 2021 atas CPO sebesar USD 28.5 miliar, naik 55 persen dibanding tahun 2020 yang hanya USD 18.4 miliar. Padahal secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Hari ini, harga CPO sedang bagus-bagusnya menembus USD 2.000 per ton. Para pengusaha CPO menikmati durian runtuh windfall profit yang menggiurkan.[Fhr]