Sebanyak 30 Daerah Terjadi Dinasti Politik pada Pilkada 2020 - Telusur

Sebanyak 30 Daerah Terjadi Dinasti Politik pada Pilkada 2020

Ilustrasi dinasti politik. (Ist)

telusur.co.id - Sebanyak 30 daerah terjadi praktik dinasti politik dari 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada Serentak pada Desember 2020 mendatang. Di 30 daerah tersebut sebanyak 52 orang bakal calon masih memiliki kekerabatan dengan aktor politik di tingkat daerah maupun pusat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII), Center for Public Policy Research, Arfianto Purbolaksono dalam acara The Indonesian Forum (TIF) yang dilakukan secara online, Kamis (27/8/2020).

Menurut Anto,temuan tersebut berdasarkan hasil pengamatan di media massa dari tanggal 10 sampai dengan 14 Agustus 2020.

“Selanjutnya berdasarkan tingkatan dalam Pilkada, 71,15 persen bakal calon akan berlaga di tingkat Kabupaten, sebanyak 25 persen bakal calon di tingkat Kota dan 3,85 persen akan mencoba peruntungannya di tingkat Provinsi,” kata Anto kepada waratwan, Jakarta, Jumat (28/8/2020).

Berdasarkan status hubungan kekerabatan, ditemukan sebanyak 23 orang bakal calon berstatus sebagai anak, sebanyak 16 orang berstatus sebagai istri, 9 orang berstatus sebagai adik. Kemudian sisanya 4 orang berstatus sebagai kerabat dekat lainnya.

Menariknya, lanjut Anto, 6 orang dari 23 orang bakal calon yang berstatus anak, berusia di bawah 30 tahun atau merepresentasikan kelompok milenial. Selanjutnya 7 dari 16 orang berstatus istri, merupakan istri dari Bupati yang akan habis masa jabatannya.

“Hal ini mungkin bisa menjadi diskusi menarik, satu sisi positif bagi representasi politik perempuan dan kelompok milenial. Namun di sisi lain keberadaan mereka juga dapat menjadi alat untuk tetap mengokohkan dinasti politiknya,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, bakal Calon Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramono yang juga anak dari Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung membantah terjadi dinasti politik di Pilkada 2020.

Ia mengatakan, politik dinasti menjadi stigma karena ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa lalu.

“Untuk mematahkan stigma yang ada, saya pribadi membuat program-program inovasi. Misalnya dalam bidang pertanian, bernama DITO, yaitu Desa Inovasi Tani Organik. Selain itu saya juga membuat program Desa Inovasi Teknologi. Hal ini karena sesuai kondisi saat ini, banyak siswa yang harus online dan pedagang harus memasarkan produk secara online. Melalui program-program yang ada, saya berharap stigma buruk politik dinasti dapat dipatahkan,” papar Dito.

Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo menyatakan pihaknya melakukan langkah-langkah persiapan untuk Pilkada 2020, salah satunya yang terkait politik dinasti.

Ratna mengaku bahwa pihaknya sudah melakukan deteksi dini untuk petahana dan bakal calon kepala daerah yang memiliki relasi dengan kekuasaan.

"Ada sejumlah calon yang berelasi dengan Presiden, misalnya calon di Solo dan Medan, serta anak Wakil Presiden, di Pilkada Tangerang Selatan,” ujar Ratna.

Dikatakannya, bahwa Bawaslu akan mengambil langkah antisipasi terkait netralitas ASN yakni bekerjasama dengan Kemendagri.

“Kami mendorong agar netralitas ASN menjadi hal yang penting dalam Pilkada 2020. Kami juga bekerja sama dengan sejumlah pihak seperti KPK untuk melakukan penelusuran, karena Bawaslu punya keterbatasan dalam bergerak. Namun, tetap memperbesar kapasitas kelembagaan kami. Tantangan besar dalam proses yang dilakukan misalnya terkait politik uang, mahar politik, dan penggunaan fasilitas negara. Karena berbagai tantangan yang ada kami sangat membutuhkan kerjasama dengan pihak lain,” pungkasnya. [Fhr]

Laporan: Muslimin


Tinggalkan Komentar