telusur.co.id - Tokoh Nasional, Rizal Ramli mengatakan, seharusnya sebuah pembangunan, apapun itu baik real estate maupun pertambangan, memiliki orientasi untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. Bukan sebaliknya, dengan pembangunan menjadikan rakyat semakin miskin.
"Pembangunan, di bidang real estate, pertambangan, dan lain-lain itu justru alat untuk membuat rakyat lebih makmur, bukan sebaliknya, menjadi proses untuk memiskinkan rakyat secara struktural," kata RR, sapaan karibnya, saat menjadi narasumber diskusi bertajuk "Pembangunan untuk Apa dan Siapa?" yang disiarkan kanal YouTube Bravos Radio Indonesia, Rabu (29/8/21).
Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu mencontohkan pembangunan pada tahun 1990-an. Yaitu, pembangunan real estate Mega Kuningan.
Kala itu, tutur RR, rakyat setempat dipindahkan ke tempat lain dan diberi ganti yang menguntungkan dan membuat mereka senang.
"Mega Kuningan. Pada waktu itu arsiteknya si Nugroho anak ITB. Dia cari beking lah, dia cari Bambang Soeharto waktu itu. Nah, Mega Kuningan itu kan padat sekali. Rakyat direlokasikan dengan luas tanah diganti dua kalinya di Bintaro Selatan. Terus dapat uang tunai pula, di samping dapat tanah dua kali lebih luas. Ya rakyat senang luar biasa," jelas RR.
Menurut Ekonom Senior ini, pemerintah selaku pemegang kendali regulasi semestinya belajar dari pengalaman seperti itu. Termasuk para pemodal atau pengusaha yang ingin melakukan pembangunan. Bukan justru menggunakan logika terbalik, sehingga rakyat semakin termarjinalkan
"Rakyat direlokasikan dengan luas tanah diganti dua kalinya. Dia bisa pindah ke lingkungan lebih hijau walaupun agak di luar kota yang airnya udaranya lebih bersih, dapet uang pula. Nah, ini kan contoh bagaimana pembangunan atau pengembangan real estate bisa bikin makmur rakyat," ucapnya.
Lebih lanjut, RR memaparkan, ketika menjadi Menko Bidang Kemaritiman di Kabinet Jokowi, dirinya pernah meminta tanah seluas 500 hektare di Bukit Manoreh, sekitar setengah jam dari Candi Borobudur, Jawa Tengah, kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar. Menteri LHK pun menyetujuinya.
"Waktu saya Menko-nya Jokowi, kita rapat di Borobudur, saya minta tanah 500 hektare di Bukit Manoreh setengah jam dari Borobudur dari Menteri Kehutanan Ibu Siti Nurbaya. Dia langsung tanda tangan, dia percaya kalau mas Rizal pasti betul-betul buat rakyat," tuturnya.
RR menjelaskan, waktu itu tujuan dirinya ialah mau merelokasi penduduk di dalam area Borobudur yang padat ke Bukit Manoreh. Dan, rakyat menyambut dengan baik rencana tersebut.
"Karena, rakyat terima tanah dua kali dari yang aslinya, yang kedua kota-nya di desain yang bener supaya lebih bagus dan nyaman. Ketiga rakyatnya secara bersama-sama memiliki 10 persen saham di Borobudur supaya kalau Borobudur maju pariwisatanya rakyat mendapat keuntungan,"ungkapnya.
Menurut RR, Presiden Joko Widodo juga sangat menyetujui rencana itu. Dari situ, RR mengaku mengetahui, ternyata jika orang-orang disekelilingnya berpandangan bahwa pembangunan untuk rakyat, Jokowi pasti menyetujui. Sayangnya, tidak untuk saat ini.
"Waktu kita rapat kabinet di Borobudur Presiden Jokowi senang banget setuju. Ada notulen kabinetnya. Jokowi ternyata begini, kalau orang sekitarnya nggak neko-neko bekerja hanya untuk rakyat, dia juga setuju. Tapi hari ini kan banyak yang ngaco-ngaco di sekitarnya yang punya kepentingan. Sayangnya ketika saya tidak jadi Menko, tidak lagi dilanjutkan rencana itu," sesal RR.
RR juga menjelaskan, dirinya pernah meminta tanah seluas 500 hektare atau 5 juta meter persegi di pinggir Danau Toba, Sumatera Utara untuk Ecotourism bagi rakyat. Tujuannya ialah untuk mengembangkan pariwisata Ecotourism Danau Toba. Sayangnya, sebagian tanah untuk rakyat itu oleh LBP diberikan kepada Apeng,
"Tujuannya itu untuk dikembangkan menjadi ecotourism untuk rakyat. Ternyata saya bingung sama teman saya Pak Luhut Pandjaitan, tanah sebagiannya dikasih ke temennya si Apeng. Tujuan pengembangan itu harusnya buat rakyat, bukan buat Apeng yang sudah kaya raya," tandasnya.[Fhr]