telusur.co.id - Ekonom senior Rizal Ramli enggan disebut politisi. Pasalnya, sikap yang selalu terus terang, dan tidak ada basa-basi, tidak sesuai dengan politisi banyak basa-basi. Dan dirinya harus banyak belajar basa basi nantinya.
"Saya lebih senang disebut orang pergerakan. Sebab menjelang Indonesia merdeka pun perjuangan dilakukan oleh semua tokoh pergerakan. Bung Karno, Sutan Sjahrir, HOS. Tjokroaminoto dan lainnya pada dasarnya mereka itu well educated dan tokoh pergerakan," ujar Rizal Ramli dalam diskusi “Akbar Faisal Uncensored” yang ditayangkan di kanal youtube, pada Senin (16/11/2020).
Tradisi pergerakan sambung aktivis 77/78 ini, sudah makin hilang, dan disederhanakan hanya jadi aktivis yang konotasinya hanya tukang demonstrasi.
"Padahal pergerakan itu dari pikiran dulu. Pikiran besar, kritis, baru gerakannya," paparnya.
Karena itu, dia juga berharap lebih banyak anak muda milenial Indonesia menjadi aktivis pergerakan, bukan sekadar menjadi aktivis yang anti ini dan anti itu.
Ia juga tidak menyesal, malah senang menjadi orang pergerakan. Karena bebas dari kepentingan-kepentingan kecil.
"Saya di dalam (pemerintahan) juga lakukan perubahan kongkrit dan lakukan revolusi mental. Yang tidak beres ya kita kepret dengan berbagai risiko," tambah Rizal Ramli.
Dia kemudian menuturkan saat menjadi mahasiswa, ia keras perjuangkan UU Wajib Belajar, gerakan anti kebodohan. Saat jadi menteri juga memperjuangkan BPJS bersama serikat buruh. Termasuk memperjuangkan UU Desa, hingga ada Dana Desa Rp1 miliar per desa.
"Jadi Rizal Ramli ada di dalam maupun di luar sistem (pemerintahan) tidak berubah," tegasnya.(fir)