telusur.co.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong, kembali menyoroti peran Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagaimana diketahui, dari 24 daerah yang menyelenggarakan PSU, 19 diantaranya sudah menggelar PSU, namun 7 daerah kembali bersengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) di MK, dan 5 daerah lainnya telah menyusul melakukan register gugatan PHPU Kada di MK.

Hal itu disorot Bahtra dalam Raker dan RDP antara Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI yang membahas tentang evaluasi pelaksanaan PSU, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, ditulis Selasa (6/5/ 2025).

Menurut Bahtra, seharusnya DKPP memprioritaskan pelaksanaan PSU tersebut, karena PSU pasca putusan MK adalah jalan terakhir pertaruhan keadilan dan penegakan hukum pilkada. 

"Untuk DKPP, pak saya melihat kan ini banyak sekali kasus-kasus yang ditangani, tolong kasus-kasus yang ditangani adalah kasus-kasus prioritas," ujar Bahtra di ruang rapat Komisi II. 

"Jangan urusan perselingkuhan yang bukan tugas utama DKPP justru ini yang ditangani duluan, ketimbang menyangkut hal-hal yang substansial menyangkut soal, bagaimana proses penyelenggaraan pemilu dan pilkada", tambah Bahtra menegaskan 

Bahtra menilai, kinerja DKPP selama ini termasuk dalam pelaksanaan PSU tidak maksimal. Karena fokus dan prioritasnya tumpang tindih dengan berbagai aktivitas dan kepentingan.

Buktinya, kata dia, hasil dari PSU di 19 daerah, 12 di antaranya kembali digugat di MK. Dan yang disorot dalam gugatan tersebut adalah ketidaknetralan penyelenggara pemilu, politik uang, dan masalah serupa lainnya yang pernah terjadi sebelumnya.

"Kan harus ada prioritas, kalau bapak mengambil alih tugasnya pengadilan agama, nanti DKPP ini berfungsi ganda. Jadi fokus DKPP seharusnya yang fungsi utamanya yakni penegakan etika penyelenggara pemilu" jelasnya.

Oleh karena itu kata Bahtra, DKPP harus kembali fokus pada tugas utamanya yakni mengawasi dan menindak pelanggaran etika penyelenggara pemilu.

"Banyak daerah-daerah yang merasa bahwa laporannya sudah masuk duluan, tapi yang ditangani juga lain. Ada juga laporan tentang penyelenggara yang sudah berkali-kali melakukan pelanggaran yang sama justru masih sanksi ringan," ungkapny. 

"Ada yang satu kali melakukan pelanggaran langsung di pecat. Artinya ini ada ketidakprofesional terhadap sanksi yang diberikan kepada penyelenggara", tegasnya menambahkan.[Nug] 

 

Laporan: Dhanis Iswara