PSI ke Rocky Gerung: Kalian Sebut Presiden Anti Kritik Tapi Kalian Hina Tenang-tenang Aja Kan? - Telusur

PSI ke Rocky Gerung: Kalian Sebut Presiden Anti Kritik Tapi Kalian Hina Tenang-tenang Aja Kan?

Sekjen PSI, Raja Juli Antoni. (Ist).

telusur.co.id - Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni mengatakan ada pihak-pihak yang menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) anti-kritik. Padahal di satu sisi mereka bebas menghina dan mencaci-maki Jokowi.

Hal itu disampaikan Antoni mengomentari pemberitaan media soal komentar pengamat politik Rocky Gerung mengenai wacana pemerintah merevisi UU ITE hingga menyebut "Yang mesti direvisi isi kepala presiden sebagai kepala negara".

"Bagaimana presiden @jokowi yang paling sering kalian hina dungu, bodoh, pembohong, bermuka jelek, dll kalian sebut presiden anti-kritik?" tulis Antoni di akun Twitternya, Jumat (19/2/21).

"Semetara dengan bebas tiap hari jempol kalian terus produksi hinaan dan cacian baru. Dan kalian hidup tenang-tenang saja kan?" cuit @AntoniRaja.

Sebelumnya, Rocky Gerung mengomentari wacana merevisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang digulirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Rocky berpendapat, UU ITE merupakan alat istana untuk mengendalikan lawan politik atau oposisi. Menurutnya, yang menjadi poin utama bukan pada UU ITE tapi bagaimana pengakuan pemerintah akan adanya oposisi.

"UU ITE itu cuma alat, jadi peralatan dari Istana untuk mengendalikan oposisi. Jadi poinnya bukan pada UU ITE tapi pada ada tidaknya oposisi. Kan percuma UU ITE direvisi tapi oposisi tidak diakui pemerintah," kata Rocky di kanal Youtube-nya, Selasa (16/2/21).

Rocky kemudian menyinggung Presiden Jokowi yang pernah mengatakan jika Indonesia tidak mengenal oposisi karena demokrasi di Indonesia adalah demokrasi gotong royong.

Pernyataan itu, disebut Rocky, menunjukkan bahwa Presiden tidak menginginkan adanya oposisi.
"Nah Presiden Jokowi sendiri yang menyebutkan demokrasi kita tidak memerlukan oposisi karena kita pancasilais. Jadi cara berpikir Presiden sudah final, dia tidak menghendaki oposisi," ujarnya.

Rocky menilai, cara berpikir Presiden dan pemerintah secara keseluruhan yang seperti tidak menganggap keberadaan oposisi, harus diubah. Katanya, pemerintahan Jokowi harus menghormati dan mengaktifkan oposisi.

"Dalam politik, Presiden Jokowi harus memperbaiki cara dia melangkah. Bukan dengan cara menyeponsori dinasti, Omnibus Law, korupsi di lingkaran dalam. Itu yang mesti diperbaiki, bukan sekadar ucapin UU ITE lalu semua simsalabim selesai, nggak," ucap dia.

"Ini lebih mendasar, yaitu cara Presiden Jokowi, cara istana secara keseluruhan menghormati oposisi, dengan begitu harus diaktifkan oposisi. Jadi kalau dikatain 'silahkan kita revisi UU ITE', iya tetapi oposisi sudah diserap ke istana, lalu siapa yang mau bicara, nggak ada," jelasnya.

Rocky melanjutkan, jika pemerintahan Jokowi tidak paham soal demokrasi, terutama mengenai keberadaan oposisi, maka percuma UU ITE direvisi. Ia menegaskan, yang terpenting saat ini adalah pemerintahan Jokowi merevisi cara berpikir mereka soal demokrasi.

"Jadi kalau oposisi gak dianggap, UU ITE itu direvisi, ya orang ketawa lagi. Yang mesti direvisi isi kepala presiden sebagai kepala negara. Beliau salah mengartikan demokrasi," tandas Rocky.

"Sekali lagi, UU ITE cuma bungkus aja dari isi politik yang anti oposisi," pungkas mantan dosen filsafat di Universitas Indonesia itu.

"Sekali lagi, saya mau terangkan bahwa intinya Istana tidak paham demokrasi. Kalau dia paham demokrasi maka problemnya bukan sekadar pada UU ITE, tapi pada aturan kebebasan berpolitik," tandaas Rocky. [Tp]


Tinggalkan Komentar