telusur.co.id - Pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin tentang vaksinasi tak secara otomatis menyelesaikan pandemi Covid-19, menuai kecaman dari Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Mulyanto.
Mulyanto menilai, pernyataan Menkes Budi tersebut tidak etis. Karena akan melemahkan program vaksinasi yang tengah gencar-gencarnya dilakukan Pemerintah.
"Harusnya Menkes dapat lebih berhati-hati membuat pernyataan terkait program penanggulangan Covid-19, termasuk tentang program vaksinasi ini," kata Mulyanto kepada wartawan, Rabu (17/11/21).
Anggota Komisi VII DPR ini menegaskan, Menkes seharusnya membangun optimisme Pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi pandemi yang masuk tahun ketiga ini. Jikapun ada evaluasi terhadap program yang sudah dijalankan, sebaiknya disampailan secara terbatas agar tidak menimbulkan kegaduhan baru.
"Jadi, untuk apa uang besar yang selama ini kita keluarkan untuk beli vaksin?" kata Mulyanto.
Mulyanto menyebut alasan Menkes mengatakan vaksinasi tidak efektif karena di beberapa negara maju angka penyebaran Covid-19 masih besar meskipun tingkat vaksinasi telah tinggi, sangat lemah.
Menkes harusnya berbicara berdasarkan data ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Bukan berdasar obrolan warung kopi yang kemungkinan salahnya cukup besar.
"Pernyataan Menkes ini kontraproduktif karena disampaikan di tengah proses program vaksinasi yang sudah mencapai 47 persen populasi. Jadi bisa dibilang pernyataan Menkes itu blunder. Presiden juga bulnder karena mengangkat Menteri Kesehatan yang bukan ahli kesehatan di masa pandemi ini," ucapnya.
Dia menyebutkan, laju penyebaran Covid-19 memang tidak bergantung pada tingkat vaksinasi di suatu negara. Menurutnya laju penyebaran Covid-19 murni tergantung pada kedisiplinan penerapan prokes dan varian Covid-19.
Namun bukan berarti vaksinasi tidak bermanfaat dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Menurutnya, vaksinasi tetap bermanfaat dalam menumbuhkan kekebalan komunitas atas efek fatal Covid-19.
Dari situs Our World In Data 14 November 2021, diketahui laju kasus fatal berbanding terbalik dengan tingkat vaksinasi. Tingkat vaksinasi di Singapura, Inggris, Indonesia dan Rusia masing-masing adalah sebesar 87, 74, 69, 47 dan 42 persen populasi.
Sedangkan laju kasus fatal di Singapura, Inggris, Jerman, Indonesia dan Rusia masing-masing 0.4, 0.4, 0.76, 2.27 dan 3.06. Laju kasus fatal (CFR) adalah perbandingan antara jumlah kematian dan jumlah kasus positif Covid-19 terkonfirmasi.
"Memang tidak terlihat hubungan antara tingkat vaksinasi dengan jumlah kasus baru terkonfirmasi Covid-19, namun diyakini bahwa tingkat vaksinasi suatu negara sangat berpengaruh (berbanding terbalik) terhadap laju kasus fatal," ungkapnya.
Mulyanto melanjutkan, Rusia, Jerman dan Inggris kasus positif baru di atas 35.000 orang per hari. Indonesia hanya 400-an kasus positif per hari.
Namun, laju kasus fatal (CFR) kita masih lebih tinggi dibanding Inggris dan Jerman, termasuk dibandingkan dengan Singapura. Kecuali bila dibandingkan dengan Rusia. "Ini memperlihatkan, bahwa vaksinasi sangat bermanfaat untuk menekan laju kasus fatal."
Mulyanto menyarankan sebaiknya Menkes mencabut, meralat atau menjelaskan ulang maksud statemennya tersebut. "Bila tidak, pernyataan itu hanya akan membuat kisruh suasana dan menjadi pembenaran bagi mereka yang sampai hari ini menolak vaksin," tukasnya.
Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, vaksinasi tak akan secara otomatis menyelesaikan pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia.
"Teman-teman, virus ini banyak sekali yang kita belum tahu. Tadinya kita berpikir bahwa dengan vaksinasi supaya bisa selesai," kata Budi dalam diskusi daring dalam kanal PKS TV, Sabtu (13/11/21).
Di beberapa negara maju, penyebaran virus Corona masih mengalami gelombang kenaikan, meski tingkat vaksinasi telah tinggi. "Ini adalah contoh tiga negara yang vaksinasinya sudah tinggi di atas 60 persen, ada yang di atas 70 persen, Singapore itu malah sudah di atas 80 persen dua dosis. Tapi mereka tetap terjadi gelombang kenaikan kasus lagi," kata Budi, dikutip dari tribunnews.com.[Fhr]