telusur.co.id - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu Dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menanggapi usulan Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera terkait revisi UU Pilkada Serentak.
Menurut Khoirunnisa, dalam UU Pilkada tersebut memang banyak yang harus diperbaiki. Terutama soal jadwal Pemilu Nasional dan Pilkada.
"Tentu baik kalau ada usulan revisi UU Pilkada karena banyak yang perlu diperbaiki. Apalagi ada usulan untuk menata jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah," kata Khoirunnisa saat dihubungi, Jakarta, Senin (31/8/2020).
Namun, lanjut dia, melakukan revisi UU Pilkada untuk diterapkan pada Pilkada Serentak 2020 sudah terlambat. Pasalnya, persiapan tahapan penyelenggaraan Pilkada pada Desember 2020 sedang berjalan.
"Tetapi konteksnya untuk pilkada yang akan datang, karena untuk pilkada tahun ini tahapannya sudah berjalan," lanjutnya.
Ia menjelaskan, pembahasan revisi UU Pilkada membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebab, harus ada persetujuan DPR RI dan Pemerintah. Disamping itu, dalam UU Pilkada tersebut banyak hal yang perlu dibahas ulang dan direvisi.
"Hal yang mau direvisi pun banyak. Kita juga tidak ingin pembahasan RUUnya parsial. Sementara sekarang tahapan pilkada sudah berjalan. Desember sudah pemungutan suara," jelasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera menilai bahwa kehadiran investor politik di setiap penyelengaraan pilkada diduga menjadi salah satu sebab maraknya korupsi pejabat publik di daerah.
Dukungan investor politik kepada peserta pilkada bertujuan mendapatkan pintu masuk (akses) menguasai sumber keuangan daerah melalui berbagai program pembangunan. Para investor akan menagih imbal jasa dari pejabat daerah terpilih atas bantuan yang diberikan.
Menurut Mardani, kehadiran investor politik dalam hajat pilkada memang sangat terasa. Untuk itu Mardani mengusulkan agar dilakukan revisi terhadap beberapa Undang-Undang terkait Pilkada untuk meminimalisir peran investor politik.
“Bisa disebut semacam UU Omnibus Law politik lah. Jadi semua UU yang terkait dengan pilkada disatukan. Di sana kita bisa buat aturan yang meminimalisasi keberadaan peran investor politik,” jelas Mardani, Jakarta, Sabtu (29/8/2020).
Politikus PKS itu mengakui bahwa sistem politik sekarang menyebakan ongkos politik menjadi mahal. Dampaknya hanya calon yang didukung dana kuat saja yang mampu jadi kontestan pilkada. Aturan yang membuat politik mahal itulah yang membuat para peserta pilkada membutuhkan investor politik.
“PKS sangat mendukung upaya revisi UU tersebut agar tercipta politik mudah, murah dan berkah,” pungkasnya. [Fhr]
Perludem Nilai Usulan DPR Revisi UU Pilkada Sudah Terlambat

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu Dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati. (Ist).