telusur.co.id - Perang dua tokoh senior Rizal Ramli dan Jusuf Kalla sepertinya terus bergulir.
Setelah pernyataan Rizal Ramli kalau dirinya dihadang Jusuf Kalla saat menjabat sebagai Wakil Presiden era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, serta dicongkel dari jabatan Menko Maritim diduga ada campur tangan JK.
Sementara, Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyebutkan Rizal Ramli tidak pernah diperhitungkan sebagai menteri, baik di zaman kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan itu dilontarkan oleh JK, sapaan Jusuf Kalla, dalam akun Youtube Karni Ilyas Club. Adapun, pernyataan tersebut merupakan respons dari tuduhan Rizal Ramli sebelumnya, yang menyebut JK sengaja beberapa kali menjegal dirinya untuk menjadi Menteri Keuangan atau BUMN di zaman SBY maupun Menko Perekonomian pada era pemerintahan periode pertama Jokowi.
Lalu bagaimana respon dari RR, saat berbincang, RR menyebut gaya kepemimpinan Umar Bin Khattab di masa kejayaan Islam di masa lalu sebenarnya diteladani oleh Presiden Gus Dur di era kekinian. Jadi, pada tahun 2000 terjadi geger politik.
Diceritakan RR, diketahui ternyata Menteri Perindag-Kepala Bulog Muhammad Jusuf Kalla melakukan kebijakan impor pangan yang diduga informasinya bocor duluan sehingga menguntungkan bisnis keluarganya, yaitu iparnya sendiri Aksa Mahmud.
Aktivis 77/78 itu memaparkan, pada era Jusuf Kalla juga mulai diberlakukan sistem kuota impor pangan. Sistem ini membentuk kartel pangan karena memberikan lisensi kepada segelintir importir yang akibatnya merugikan para produsen pangan di Indonesia. Sistem kartel tersebut sudah berjalan sampai masa kini di tahun 2020.
Karena diduga melakukan KKN, sifat-sifat peninggalan Orde Baru yang saat itu sangat dikutuk, Gus Dur mencopot JK dari posisi menteri. Hanya sayang sekali, karena ada kompromi politik, akhirnya kasus Jusuf Kalla tidak diproses hukum.
Tindakan Gus Dur mencopot Jusuf Kalla sudah sangat benar bila mengacu keteladanan anti-korupsi Khalifah Umar dan juga semangat anti-KKN Reformasi 1998. Dengan pencopotan karena KKN tersebut RR menyebut Jusuf Kalla adalah seorang Reformis Gadungan.
Namun Reformasi pun terhenti ketika Gus Dur diturunkan oleh MPR. Pada tahun 2004 Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden.
Disebut RR, Jusuf Kalla menginstruksikan Menteri Keuangan saat itu untuk pemutihan utang (bukan restrukturisasi) triliunan rupiah milik grup bisnis milik Aksa Mahmud di bank BUMN (BNI).
Selain itu pada bulan Juli 2005 (diberitakan di Globe Asia, Agustus 2007), grup milik Aksa Mahmud mendapatkan dari BNI, 90% saham senilai Rp 280 miliar untuk operator jalan tol BSD.
Berbagai lisensi pembangunan jalan toll senilai Rp 440 miliar di Sulawesi bersama PT Jasa Marga juga diperoleh grup ini. Grup milik ipar Jusuf Kalla juga mendapat berbagai izin pembangunan pembangkit listrik di Sulawesi Selatan berkapasitas hingga 2x100MW senilai Rp 2,2 triliun.
Berdasarkan data Globe Asia, kekayaan Aksa Mahmud meningkat dari tahun 2006 sebesar $ 145 juta, melonjak menjadi $ 599 juta di tahun 2007 dan $580 juta di tahun 2008. Kemudian harta Aksa Mahmud naik lagi ke $619 di tahun 2009. Dan karena sudah terlanjur berakumulasi, kekayaannya kembali naik ke $ 750 di tahun 2010.
Jadi sejak tahun 2006 kekayaan ipar Jusuf Kalla telah naik lebih dari 5 kali lipat! Dari yang awalnya peringkat kekayaan Aksa Mahmud di nomor 75 orang terkaya, langsung melonjak naik ke peringkat nomor 19 orang terkaya di Indonesia (berdasarkan Globe Asia).(fir)