telusur.co.id - Masyarakat Indonesia untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan meminta Pemerintah untuk segera mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tahun 2008 tentang Larangan terhadap aliran Ahmadiyah.
Karena, melalui SKB itu Pemerintah melarang Ahmadiyah melakukan aktivitas sesuai dengan keyakinan dan pemahaman yang mereka anut.
Salah satu deklarator Masyarakat Indonesia untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Ray Rangkuti menjelaskan, larangan terhadap Ahmadiyah jelas bertentangan dengan prinsip negara Pancasila.
"Pancasila yang memberi jaminan bagi setiap warga negara untuk menganut dan menjalankan keyakinan dan agama mereka masing-masing," kata Ray dalam sebuah pernyataan kepada telusur.co.id, Minggu (3/1/21).
Dijelaskannya, SKB 3 Menteri bukan hanya menyebabkan terhentinya aktivitas menjalankan keyakinan dan pemahaman kaum Ahmadiyah, tapi juga menjadi sebab terjadinya diskriminasi sosial terhadap mereka.
"Banyak penganut Ahmadiyah yang terpaksa mengungsi akibat tindakan persekusi yang mereka alami. Termasuk menutup rumah ibadah yang mereka dirikan, tegasnya.
Selain itu, Masyarakat Indonesia untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan juga meminta Pemerintah memulihkan hak berkeyakinan dan beraktivitas terhadap penganut paham Syiah di Indonesia. Sebab, kaum Syiah juga telah lama mendapatkan diskriminasi bahkan sampai harus mengungsi di negeri sendiri.
"Hak mereka untuk menjalankan berkeyakinan dan beribadah telah dirampas tanpa perlindungan dari negara dalam beberapa tahun," tuturnya.
Mencabut SKB 3 menteri tersebut, lanjut Pengamat Politik itu, juga agar pemerintah melindungi keyakinan lokal yang tumbuh di tengah masyarakat.
Hak kaum Ahmadiyah maupun kaum Syiah, seperti hak bagi warga negara yang menganut agama tertentu.
Umumnya, mereka juga harus dilindung dan diberi hak yang sama untuk melaksanakan dan menjalankan keyakinan mereka.
"Pemerintah harus memastikan bahwa seluruh corak pemahaman dan ekspresi keberagamaan harus dilindungi sebagai bagian dari hak asasi manusia," ujar dia.
"Bahwa tindakan hukum terhadap kelompok ataupun warga negara hanya bisa dilakukan jika ada unsur yang melanggar aturan," sambungnya.
Hukum hanya bisa diberlakukan pada ucapan atau tindakan, bukan pada ekspresi dan paham keagamaan.
Masyarakat Indonesia untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sekaligus meminta Pemerintah meninjau pemberlakuan Peraturan Bersama 2 menteri tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah.
"Memberi hak kelompok masyarakat seperti disebutkan di atas harus sesegera mungkin dilakukan oleh pemerintah, tanpa kecuali. Hak ini tidak boleh ditunda, apalagi dicabut," pungkasnya.[Fhr]