telusur.co.id - Pemerintah kembali memperpanjang waktu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 23 Agustus mendatang.
Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menyatakan, kebijakan PPKM ini perlu dievalusasi. Sebab, kebijakan tersebut berakibat pada sulitnya perekonomian warga menengah ke bawah, dan secara perlahan bisa mematikan perekonomian rakyat.
"PPKM ini harus dievaluasi, karena persoalan ekonomi masyarakat tidak kalah penting. Penerapan PPKM itu bisa membunuh perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah, yang mana mereka harus keluar rumah untuk mencari makan, harus ada solusi dari negara," kata Sekretaris Jenderal DPP GMNI, Muhammad Ageng Dendy Setiawan, Jumat (20/8/21).
"Jangan hanya bisa menekan rakyat. Bansos sudah ada, tapi apakah sudah merata dan sudah sesuai targetkah? Bagaimana rakyat yang tidak punya KTP, kemudian dia tidak bisa mengakses bantuan, terlebih rakyat tersebut sudah usia lanjut yang bingung cara ngurus KTP?" sambungnya.
Dendy juga meminta Pemerintah tidak hanya sebatas membuat kebijakan pembatasan saja. Namun, dengan anggaran yang cukup besar seharusnya pemerintah mampu membawa arah penanganan ke arah yang lebih baik dengan memberikan solusi bagi masyarakat kecil, sehingga ekonomi tidak mati.
"Kebijakan PPKM ini sebenarnya yang paling terdampak adalah pelaku UMKM dan beberapa sektor pekerja yang mengharuskan keluar rumah, seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pekerja di sektor logistik, Ojek Online, dan yang lainnya. Anggaran penanganan covid ini besar lho! Jangan sampai penggunaannya tidak sesuai, karena antara anggaran yang cukup besar dan penanganan belum seimbang, nah ini ada apa? Harus di awasi,” jelas Dendy.
Dendy menyatakan, para pelaku UMKM di atas terpaksa keluar rumah dengan risiko tertular COVID-19 karena tidak punya pilihan. "Tidak ada orang yang mau tertular penyakit. Tapi mereka tidak punya pilihan, karena kalau tidak keluar rumah, mereka tidak bisa bekerja, tidak bisa menghidupkan perekonomian keluarga mereka. Dan risiko ini tidak lebih kecil dari pada risiko tertular penyakit COVID-19,” ungkapnya.
Tak berhenti itu, Mantan Ketua DPD GMNI Jawa Timur ini, juga mengkritik Menko Perekonomian yang sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN).
Menurut Dendy, persoalan-persoalan di atas merupakan salah satu tanggung jawab KPC PEN yang harus diselesaikan dengan tidak hanya fokus pada ekonomi makro saja, melainkan juga ekonomi rakyat menengah kebawah (Mikro).
Dari berbagai persoalan yang ia urai di atas, Dendy menekankan agar Menko Perekonomian dan KPC-PEN itu, tidak hanya fokus mengurusi persoalan politik ke depan. Sebab, persoalan tersebut terjadi selama berbulan-bulan dan belum ada perbaikan.
"Rakyat butuh pak Menko untuk kerja, biar rakyat ekonominya tumbuh, bukan malah semakin terhimpit. Persoalan-persoalan itu tadi, masyarakat kita belum merasakan dampak yang begitu terasa dari KPC PEN,” singgungnya.
Pemerintah, lanjut Dendy, juga perlu memikirkan pemerataan distribusi fasilitas kesehatan untuk daerah-daerah. Ia juga mengajak Menteri Kesehatan (Menkes) untuk sering turun ke daerah-daerah dan melihat kondisinya. Sebagai contoh, terangnya, bahwa masih ada daerah yang masih kesulitan untuk melakukan Tes PCR.
“Pemerintah, khususnya bapak Menteri Kesehatan, perlu melihat ini. Gimana mau tracing kalau tes aja susah? Gimana mau menyelesaikan kalau distribusi fasilitas kesehatan masih begini?" tukasnya.[Fhr]