telusur.co.id - Tidak masuknya nama-nama ulama dan tokoh agama dalam buku Kamus Sejarah Indonesia buatan Kemendikbud sangat disayangkan. Padahal sejarah bangsa Indonesia sejak era pra hingga perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak terlepas dari peran besar ulama, santri dan tokoh agama.
"Hal ini sudah menjadi sejarah perjuangan Indonesia yang telah ada dalam buku pelajaran untuk rumpun ilmu humaniora (Permendikbud No. 124 tahun 2021 tentang Rumpun, Pohon dan Cabang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Pembentukan Lembaga Akreditasi Mandiri)," kata anggota Komis X DPR Illiza Sa’aduddin Djamal di Jakarta, Rabu (21/4/21.
Illiza menjelaskan, kemampuan dan pemahaman para penulis buku Kamus Sejarah Indonesia tersebut perlu dikritisi. Peneliti historiografi harusnya menuliskan hasil pemahaman dan interpretasi atas fakta-fakta sejarah dalam bentuk analisis naratif deskriptif yang menarik, logis dan dapat dipertanggunjawabkan dengan bukti-bukti konkrit yang komprehensif.
Politikus PPP itu mengingatkan, apabila peran ulama, santri dan tokoh agama kurang dipertegaskan dalam buku Kamus Sejarah Indonesia tersebut dapat mengakibatkan generasi bangsa kehilangan Integritas nya. Karena mereka tidak mengenal sejarah bangsanya.
Generasi bangsa yang tidak mengenal sejarah maka dia tidak akan mengenal dirinya. Dan, Ttdak ada seorang manusia yang dapat dikatakan menyadari dirinya sendiri jika dia tidak mengenal para leluhurnya, semangat, pengorbanan, dan prestasi mereka.
"Kita tidak akan mampu membangkitkan semangat kepahlawanan dalam diri generasi muda kita jika mereka ahistoris terhadap itu semua," tuturnya.
Selanjutnya, jika hal ini terjadi maka penguatan pendidikan karakter generasi yang akan datang akan mengalami jalan buntu.
Padahal dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter disebutkan bahwa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya merupakan negara yang menjunjung tinggi akhlak mulia, nilai-nilai luhur, kearifan, dan budi pekerti dengan penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab.
"Karena itu, kami meminta agar Kemendikbud segara melakukan revisi atau tinjau ulang buku Kamus Sejarah Indonesia tersebut. Selain untuk penyempurnaan penulisannya, revisi ini sangat penting juga untuk meminimalisir polemik dalam masyarakat akibat tidak disertakannya ulama dan tokoh agama," tukasnya.[Fhr]