telusur.co.id - Direktur eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS) Bambang Istianto menilai, merupakan hal biasa bila terjadi peristiwa dan intrik politik dalam suksesi kepemimpinan di Partai Golkar, sebagaimana Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kota Bekasi. Namun, semua pihak terutama elite partai dan DPP harus tetap mengedepankan etika dan moral dan tidak melakukan intervensi terhadap musda daerah tersebut.
"Dinamika politik dalam tubuh Gokar Kota Bekasi tentunya harus dicermati dan disikapi dengan hati-hati oleh DPP Partai Golkar dan tidak intervensi supaya jangan sampai salah memilih Ketua DPD Golkar Kota Bekasi," kata Bambang kepada wartawan, Minggu (30/8/20).
Bambang menjelaskan, Golkar memiliki kriteria dan standar jelas siapa yang berhak menjadi pimpinan partai di daerah (Kota Bekasi) tersebut. Kriteria itu antara lain yang paling dijunjung tinggi yaitu etika dan moral.
Adapun penundaan musda DPD Partai Gokar Kota Bekasi, merupakan suatu kewajaran terkait diperlukannya waktu agar tidak terjadi salah pilih dalam menentukan pimpinan. Apalagi jika mengingat implikasinya terhadap eksistensi partai dalam konstelasi politik di daerah dan nasional. DPP Partai Golkar sangat berperan menjaga etika dan moral.
"Karena itu, DPP Golkar sudah dipastikan tidak memaksakan diri ikut mendukung pencalonan (salah satu) kadernya, yang diduga memalsukan ijasah, dalam pemilihan Ketua DPD Golkar Kota Bekasi yang sempat tertunda," tegasnya.
"Pertimbangan tersebut, kata dia sudah seharusnya dilakukan dalam rangka menjaga marwah partai sebagai partai politik terbesar nomor dua di Indonesia," sambungnya.
Dalam suksesi Musda tersebut muncul kandidat ketua DPD Golkar Kota Bekasi yaitu, Novel Saleh Hilabi, TB. Hendra Suherman, Ade Puspitasari dan H. Zainul Miftah, yang akan bertarung. Ternyata, hiruk pikuk percaturan politik di wilayah tersebut sebagaimana yang terjadi memperlihatkan kontestasinya cukup sengit.
"Pada umumnya dalam perhelatan perebutan kekuasaan sering digunakan segala cara atau gaya Machiaveli. Misalnya fenomena yang muncul dalam percaturan tersebut isu sensitif yang dibuka publik seperti isu dinasti, penjualan gedung DPD Golkar dan bahkan upaya penundaan pelaksanaan musda Golkar. Karena itu, intrik politik dan saling lempar isu sensitif mewarnai pesta demokrasi dalam musda Golkar yang akan digelar dalam waktu dekat tersebut,” jelasnya.
Bambang mengingatkan, salah satu sikap cermat dan hati hati yaitu diantara salah satu kandidat ada yang dinilai melanggar etika dan moral yang
Menurut dia, pelanggaran etika dan moral yang berat yaitu perbuatan memalsukan ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)-nya dan bukti pemalsuan ijazah SLTA tersebut telah diklarifikasi dan dikonfirmasi oleh lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 1 Agustus 2018. Pada 2019 kandidat tersebut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tingkat pusat yakni DPR RI.
“Jika fakta hukum hasil klarifikasi KPU tersebut dapat dibuktikan kebenarannya sudah barang tentu DPP Partai Golkar dan juga panitia musda akan bertindak tegas untuk tidak melanjutkan pencalonan yang bersangkutan dalam mengikuti kontestasi pemilihan ketua DPD Golkar Kota Bekasi. Mengingat, pemalsuan ijazah termasuk pelanggaran moral dan etika yang berat dan tidak bisa ditolerir,” kata Bambang.[Fhr]