Mahfud: SHGB Pagar Laut Tak Cukup Hanya Dibatalkan, tapi Dipidanakan - Telusur

Mahfud: SHGB Pagar Laut Tak Cukup Hanya Dibatalkan, tapi Dipidanakan


telusur.co.id - Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, turut mengomentari perihal adanya sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) di area perairan Tangerang, Banten

atau pagar laut misterius yang terbentang sepanjang 30,16 kilometer (km). 

Menurutnya, pembatalan hak atas tanah dan bangunan oleh pemerintah atas lokasi perairan tersebut tidaklah cukup. Sebab penerbitan sertifikat itu merupakan pelanggaran hukum yang memenuhi unsur pidana.  

"Sertifikat ilegal HGB untuk laut tak bisa hanya dibatalkan, tapi harus dipidanakan karena merupakan produk kolusi melanggar hukum," tulis Mahfud pada akun media sosial X miliknya @mohmahfudmd, pada Selasa (28/1/25).

Mahfud pun mengungkit, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-VIII/2010 dan Undanh-Undang Nomor 1 Tahun 2014 terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. MK berpendapat, bahwa Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) menempatkan hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai hak kebendaan. 

"Vonis MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 dan UU Nomor 1 Tahun 2014 jelas melarang pengusahaan perairan pesisir untuk swasta ataupun perorangan. Kasus ini beda loh dengan reklamasi," ujar Mahfud MD.

Seperti diketahui, pada sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid resmi membatalkan sejumlah sertifikat di wilayah perairan Tangerang yang dipagar. 

Proses pembatalan itu dilakukan memeriksa tiga hal utama, yaitu dokumen yuridis, prosedur administrasi, dan kondisi fisik material tanah.

“Hari ini kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertifikat, baik itu SHM maupun HGB. Tata caranya dimulai dengan mengecek dokumen yuridis. Langkah kedua adalah mengecek prosedur,” tutur Nusron terpisah di wilayah pagar laut Desa Kohod, Jumat (24/1/2025).

Nusron memastikan, proses pembatalan itu dilakukan pihaknya dengan sangat hati-hati dengan melakukan pengecekan semua instrumen dan sesuai prosedur yang berlaku.

"Karena ini menyangkut pembatalan, langkah terakhir adalah mengecek fisik materialnya. Tadi kami sudah datang dan melihat kondisi fisiknya,” jelas Nusron.

Adapun kata Nusron, soal sanksi dalam penerbitan sertifikat itu merupakan tindak pidana, dan pihaknya juga sudah melakukan pemeriksaan kepada jajaran terkait yang menerbitkan sertifikat tersebut.

“Namun, bagi pejabat kami, itu disebut maladministrasi, karena dianggap tidak prudent dan tidak cermat. Inspektorat kami sudah memeriksa selama empat hari, dan semua pihak terkait sudah diperiksa,” imbuhnya.[Fhr] 

 

Laporan: Dhanis Iswara 


Tinggalkan Komentar