telusur.co.id - Penolakan terus bergulir dari anggota DPR terkait rencana pemerintah memungut pajak sembako dan sekolah.
Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Muhammad Fauzi, membandingkan penurunan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) mobil hingga 0 persen, sementara sembako akan dipajaki hingga 12 persen.
Menurut dia, ini merupakan suatu ironi di tengah situasi ekonomi masyarakat belum pulih dilanda pandemi.
"Pemerintah harusnya punya nurani untuk menimbang sebelum mengusulkan pajak untuk sembako," kata Fauzi dalam keterangannya, Sabtu (12/6/2).
Menurut Fauzi, segala upaya pemerintah sebelumnya untuk membantu masyarakat ekonomi lemah, tak sesuai dengan rencana pajak sembako.
"Sebab kita tahu, sembako itu kebutuhan paling dasar masyarakat. Bukan lagi memberatkan tapi akan mencekik masyarakat bawah," ungkapnya.
Bagi Fauzi, penolakan yang digaungkan para anggota DPR adalah suara hati rakyat kecil. Karena ini baru rencana, sebaiknya segera pemerintah memberi kejelasan sikap untuk membatalkan rencana tersebut.
"Jangan menambah kegaduhan di tengah masyarakat yang saat ini tengah susah," tegasnya.
Akibat wacana tersebut, para pedagang pasar mengancam akan melakukan mogok jualan dan demonstrasi.
Kelompok buruh juga berencana untuk melakukan demonstrasi menolak rencana pajak sembako dan sekolah yang diusulkan pemerintah.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengenakan PPN untuk bahan kebutuhan pokok, sebagaimana tercantum dalam draft perubahan kelima UU Nomor 6/1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Pada pasal 4a perubahan UU KUP tersebut menegaskan bahwa pemerintah menghapus kebutuhan pokok dari objek barang tidak kena pajak, untuk selanjutnya akan dikenakan PPN.
Disebutkan pula ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPN sembako ini. Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen. Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.
Namun demikian, tidak disebutkan secara jelas mana-mana saja bahan pokok yang dikenakan PPN 12 persen atau lebih rendah.[Fhr]